Logo SitusEnergi
Terlalu Dibebani Pajak dan Berbagai Pungutan, Pertamina Sulit Berkembang Terlalu Dibebani Pajak dan Berbagai Pungutan, Pertamina Sulit Berkembang
Jakarta, Situsenergi.com PT Pertamina (persero) disebut akan sulit untuk berkembang, karena kebijakan pemerintah saat ini cenderung terlalu membebani Pertamina dengan segala jenis penugasan, hingga... Terlalu Dibebani Pajak dan Berbagai Pungutan, Pertamina Sulit Berkembang

Jakarta, Situsenergi.com

PT Pertamina (persero) disebut akan sulit untuk berkembang, karena kebijakan pemerintah saat ini cenderung terlalu membebani Pertamina dengan segala jenis penugasan, hingga pungutan pajak dan lainnya, termasuk signature bonus ketika perusahaan pelat merah itu mendapatkan hak pengelolaan terhadap Blok Migas terminasi.

“Bayangkan saja ditengah pandemi Covid-19 Pertamina digenjet bernagai pungutan oleh pemerintah. Lebih dari Rp 110 triliun yang harus dibayar Pertamina kepada negara kepada pemerintah. Dua pertiga dari yang dibayar Pertamina tersebut adalah pajak dan pungutan yang harus dipungut Pertamina kepada rakyat, sepertiga adalah bagi hasil atas minyak mentah yang digali Pertamina,” demikian disampaikan Peneliti senior Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng, Rabu (1/9/2021).

Sementara itu, kata Salamuddin, keuntungan Pertamina makin menipis, sedangkan pada saat yang sama pajak pungutan Pemerintah makin menebal. Tidak ada ruang bagi pertamina untuk lebih fleksibel dalam menghadapi badai Covid-19. Pada tahun lalu penjualan BBM pertamina menurun drastis lebih dari 25 persen. Penurunan terbesar sepanjang sejarah pertamina.

“Keuntungan pertamina sendiri hanya hitungan ratusan juta dolar. Untuk sebuah perusahaan dengan belanja atau pengeluaran lebih dari Rp1.200 triliun, keuntungan sebesar itu sangatlah minim. Tidak sebanding dengan keuntungan para penyuplai minyak impor,” tuturnya.

Disisi lain, beban pungutan yang begitu besar, PPN, PPH, PBBKB, dan berbagai pungutan lainnya, termasuk bagi hasil gross split yang dibebankan kepada Pertamina, disebut Salamuddin membuat perusahaan ini meradang. Kondisi keuangan perusahaan memaksa memotong belanja hingga Rp 80 triliun di tahun 2021. Disaat yang sama beban operasional meningkat, beban bunga meningkat.

BACA JUGA   Effisiensi Sektor Hilir Migas Nasional, Kembalikan Kuasa Pertambangan Ke Pertamina

Berbagai kecelakaan kerja yang dialami pertamina yang begitu banyak belakangan ini, mulai dari kebakaran 3 kilang berturut turut yakni Balikpapan, Balongan dan Cilacap. Kebocoran ONWJ yang berlanjut dan kebocoran Rokan setelah beberapa hari pertamina mengambil Rokan dari Chevron. Menurutnya semua itu patut dilihat sebagai hukum sebab akibat.

“Belanja kurang, onderdil bisa jadi dikorbankan. Morgan indeks mengeluarkan pertamina dari perusahaan yang aman untuk investasi,” ungkapnya.

Terlebih, lanjut Salamuddin, rakyat yang harus menerima dampak dari pungutan yang melewati Pertamina, para konsumen BBM, konsumen gas, dan lainnya, harus membayar setiap tetes konsumsi mereka atas kebutuhan dasar karena dipungut pada saat mereka membeli bahan bakar.

“Pajak dan pungutan yang tidak kembali kepada Pertamina apalagi kepada rakyat. Pajak dan pungutan yang habis buat bayar utang luar negeri,” tegasnya.

“Seharusnya di tengah pandemi ini pemerintah berhenti memungut pajak dan pungutan seabrek atas barang barang publik, barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak, barang dan jasa yang menjadi kebutuhan dasar rakyat. Pajak dan pungutan semacam itu adalah berwatak kolonial yang bertentangan semangat kemerdekaan dan keadilan sosial,” pungkasnya. (SNU)

BACA JUGA   RUU Power Wheeling, Roda Pelindas Yang Mematikan PLN

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *