Logo SitusEnergi
Satya Yudha: Pemerintah Kesulitan Atasi Defisit Minyak Satya Yudha: Pemerintah Kesulitan Atasi Defisit Minyak
Jakarta, situsenergy.com Rasanya kurang percaya kalau komunitas minyak dan gas bumi (migas) tidak mengerti tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Namun, faktanya, demikian, yakni... Satya Yudha: Pemerintah Kesulitan Atasi Defisit Minyak

Jakarta, situsenergy.com

Rasanya kurang percaya kalau komunitas minyak dan gas bumi (migas) tidak mengerti tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Namun, faktanya, demikian, yakni sebanyak 60% peserta diskusi Sesi 3 Plenary  IPA 2018, tidak tau mengenai kebijakan pemerintah yang mengatur rencana pengelolaan energi nasional lintas sektoral yang tertuang dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN).

Menanggapi hal tersebut diatas, Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi, menyatakan, itu sebagai akibat dari regulasi yang tidak disosialisasikan dengan baik.”Regulasinya tidak didukung dengan sosialisasi dan komunikasi yang lengkap. Jadi, itu komunikasinya yang kurang,” kata Amien Sunaryadi ketika berbicara sebagai panelis pada Sesi 3 Plenary yang  bertempat Cendrawasih Room, JCC, Senayan, Jakarta, Kamis (3/5).

Hadir sebagai panelis Sesi 3 Plenary IPA 2018, selain Kepala SKK Migas juga ada Satya W Yudha, (Komisi VII DPR-RI), Triharyo Soesilo, (Project Director for Energy Sector of KPPIP), dan Ronald Gunawan, (IPA President).

Amien Sunaryadi menambahkan, idealnya sebelum berlaku kebijakan pemerintah tersebut disosialisasikan secara lengkap.Menurutnya, RUEN perlu diketahui, karena ini rencana pengelolaan energi tingkat nasional yang merupakan penjabaran dan rencana pelaksanaan Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang bersifat lintas sektoral.

BACA JUGA   IESR: Masa Depan EBT 2019 Gelap

Satya Yudah lebih menyoroti revisi Undang-undang (UU) Migas yang kini tak kunjung selesai. Menurutnya, UU Migas bernasib buruk, dimana UU yang mengatur tentang Minyak dan Gas Bumi  itu masih saja terbelenggu di badan legislasi.”UU Migas bernasib buruk, tak sebaik UU Minerba. UU Migas sekarang masih terbenam di Komisi VII,” kata Satya Yudha.

Akibatnya, kata Satya Yudha, pemerintah terus-menerus mengeluarkan payung hukum baru seperti peraturan pemerintah (PP) dan peraturan menteri (Permen), misalnya.”Karena tidak ada UU Migas, Pemerintah terpaksa membuat regulasi (PP, Permen–red)…ini sangat tidak efektif,” kata Satya.

Disamping itu, lanjut Satya Yudha, tidak memiliki UU Migas, membuat Pemerintah sulit untuk melakukan terobosan. “Tanpa ada UU Migas  maka pemerintah sulit melakukan terobosan, karena secara terus-menerus akan membuat peraturan baru,” kata Satya Yudha.

Ditambahkannya, bila Pemerintah tidak melakukan terobosan baru jangan harap akan ada perubahan yang signifikan. Misalnya, upaya-upaya untuk mengurangi defist minyak yang terjadi sekarang.

“Kalau kita tidak melakukan apa-apa, maka akan terjadi gap antara demand dan suplay atau minyak yang kita produksi sendiri. Bila bicara defisit minyak mulai hari ini kita sudah defsit. Tapi bagaimana upaya untuk mengurnagi defsit minyak, ini yang saya katakan bahwa Pemerintah harus melakukan  terobosan baru,” tandasnya.

BACA JUGA   Pemerintah Berikan Keringanan Pembayaran Listrik Bagi Pelaku Usaha

Ia mengingatakan, pemanfaatan energi baru terbarukan dalam asumsi energy mix 2025 – 23 persen, itu juga tak mampu untuk mengurangi defisit minyak. “Menurut saya, asumsi 23 persen pemanfaatan renewable energy plus 100 persen sukses rasio eksplorasi, ini juga belum mampu untuk mengurangi defisit minyak,” kata Satya Yudha.

Semantara,  Ronald Gunawan  mengatakan,  untuk bisa meningkatkan investasi di sektor migas harus ada kepastian hukum. Itu artinya UU Migas sebuah kebutuhan yang mendesak sebelum kondisi industri Migas terlanjur terpuruk, demikian ia. (Mul)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *