Jakarta, Situsenergi.com
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memberikan sinyal kuat bahwa Pertamina Geothermal Energy (PGE) akan ditunjuk sebagai pemimpin dari Holding BUMN Panas Bumi yang akan segera dibentuk. Sebagaimana diketahui, holding itu nantinya akan terdiri dari PLN melalui sejumlah PLTP-nya, Indonesia Power, Geo Dipa Energi dan juga PGE.
Wakil Menteri BUMN Pahala Mansury mengatakan, pertimbangan dari ditunjuknya PGE lantaran anak usaha Pertamina itu dianggap memiliki kompetensi dalam sektor panas bumi, karena kedepan pembangkit listrik tenaga panas bumi diharapkan dapat meningkat hingga dua kali lipat dari yang awalnya 1,2 gigawatt (GW) menjadi 2,5 GW pada 2025 mendatang.
“Kajian mengenai siapa yang menjadi induk holding dalam pengembangan panas bumi saat ini, yang berpotensi adalah PGE,” kata Pahala dalam acara ‘Indonesia Green Summit 2021’ secara virtual, Senin (26/7/2021).
Menanggapi hal itu, Direktur ReforMiner, Komaidi Notonegoro menyatakan sudah tepat jika PGE menjadi pemimpin atau induk dari Holding BUMN Panas Bumi. ReforMIner, kata dia, telah melakukan kajian terkait bisnis panas bumi secara rinci.
“Kalau saya melihatnya begini, mengapa PGE yang dipilih, saya kira juga sudah melalui tahapan tertentu. Saya memperkirakan telah terdapat kajian yang melibatkan para pihak baik PGE, PLN, dan Kementerian BUMN. Berdasarkan kajian ReforMiner, karakteristik industri listrik panas bumi berbeda dengan pembangkit listrik yang lain. Investasi kira-kira 60 persen hulu (produksi uap) dan 40 persen hilir produksi listriknya. Nah yang punya kompetensi di hulu adalah PGE. Karena mereka sudah punya daya dukung kuat dari Pertamina yang memang sangat kuat di hulu migas,” ungkap Komaidi.
Sementara itu, Senior Advisor Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Abadi Purnomo, menyebut PGE pantas memimpin Holding BUMN Panas Bumi karena neraca keuangan PGE yang baik, luasan wilayah kerja (WK), jumlah pembangkit listrik panas bumi (PLTP), dan solvabilitas, dan SDM, PGE yang lebih kuat.
Kapasitas terpasang pembangkit listrik PGE tercatat 672 megawatt (MW) dengan pengelolaan lima area panas bumi. PGE juga operator di tiga proyek pengembangan dan tiga lapangan eksplorasi panas bumi. PGE mengelola 12 wilayah kerja pengusahaan dan dua wilayah kerja izin panas bumi. Berdasarkan laporan keuangan perusahaan 2019 total aset PGE tercatat sebesar USD2,58 miliar.
Sementara itu Geo Dipa saat ini memiliki dua pembangkit listrik panas bumi (PLTP), yaitu PLTP Dieng berkapasitas 60 megawatt (MW) yang tersambung ke jaringan Jawa-Madura-Bali melalui sistem interkoneksi. Selain itu, untuk memenuhi target usaha, Geo Dipa juga meningkatkan serta pengembangan kapasitas proyek Dieng 2 dan 3, masing-masing berkapasitas 55 MW. Selain Dieng, Geo Dipa juga memiliki PLTP berkapasitas 60 MW di Gunung Patuha.
“Meskipun Geo Dipa Energi (GDE) adalah Persero (dibawah Kementerian Keuangan) secara legal, PGE adalah badan usaha terdaftar yang bertanggung jawab secara hukum dengan pengurus lengkap, ada Dewan Komisaris dan BoD, namun neracanya di konsolidasikan ke PT Pertamina (Persero),” ujar Abadi yang juga mantan Direktur Utama PGE, dikutip dari Dunia Energi.
Disisi lain, kondisi keuangan dan permodalan PGE lebih baik ketimbang PLN maupun Geo Dipa Energi. Mengutip laporan keuangan publikasi, pada 2019, PGE memiliki asset sebesar USD2,57 miliar, naik dari USD2,55 miliar dibandingkan periode tahun sebelumnya. Adapun penjualan sebesar USD666,88 juta, naik dari USD660,83 juta pada 2018. (SNU)
No comments so far.
Be first to leave comment below.