Logo SitusEnergi
ESDM Beberkan Alasan Mengapa Pertamax Green Belum Bisa Diproduksi Massal ESDM Beberkan Alasan Mengapa Pertamax Green Belum Bisa Diproduksi Massal
Jakarta, Situsenergi.com Mimpi pemerintah untuk menggencarkan produksi BBM ramah lingkungan secara massal yaitu Pertamax Green 95 masih bakal terwujud dalam waktu yang lama. Sebab... ESDM Beberkan Alasan Mengapa Pertamax Green Belum Bisa Diproduksi Massal

Jakarta, Situsenergi.com

Mimpi pemerintah untuk menggencarkan produksi BBM ramah lingkungan secara massal yaitu Pertamax Green 95 masih bakal terwujud dalam waktu yang lama. Sebab ketersediaan bahan baku untuk menghasilkan BBM jenis ini masih sangat terbatas.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji menjelaskan Produk Pertamax Green 95 merupakan campuran Pertamax dengan etanol 5 persen (E5) yang berasal dari molase tebu.

Varian produk BBM ini baru tersedia di 15 SPBU yakni 5 unit di DKI Jakarta mencakup SPBU MT Haryono, SPBU Fatmawati 1 dan 2, SPBU Lenteng Agung, dan SPBU Sultan Iskandar Muda.

Sementara 10 SPBU berada di Surabaya yakni SPBU Jemursari, Soetomo, Mulyosari, Merr, Ketintang, Karang Asem, Mastrip, Citra Raya Boulevard, Juanda, dan Buduran.

“Karena sumber yang membuat Pertamax Green itu sangat terbatas. Untuk menjadi skala massal perlu rantai pasok yang panjang, jadi kita masih skala kecil tapi yang pasti kita sudah bisa melakukannya,” ujar Tutuka dalam diskusi yang digelar oleh FWESDM di Jakarta, Rabu (15/10/2023).

Selain itu, dia mengakui tingkat konsumsi Pertamax Green 95 juga masih minim karena pertimbangan efek samping terhadap mesin kendaraan dan juga harga produk yang lebih mahal dari Pertamax.

BACA JUGA   Pertamina Berpartisipasi di Ajang GATF Jayapura
PIS

“Lalu perlu dilihat acceptance dari masyarakat, terus dari penggunaannya itu ada tidak efek sampingnya. Itu perlu beberapa waktu sehingga penyiapan untuk skala massal dari hulunya itu bagaimana,” tuturnya.

Soal rantai pasok tebu ini, Tutuka menilai butuh koordinasi antar kementerian untuk meminimalisasi dampak seperti ketersediaan lahan dan efeknya kepada komoditas pangan lainnya.

“Kita melihat itu suatu potensi baru, itu yang belum sesiap infrastrukturnya di Indonesia. Penguasaan lahan itu selalu menjadi hal yang tidak mudah,” jelas Tutuka.(DIN/SL)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *