Logo SitusEnergi
Tiga Tantangan Utama Bisnis Gas Nasional Tiga Tantangan Utama Bisnis Gas Nasional
Jakarta, SitusEnergy.com Pengembangan bisnis gas di Indonesia, baik hulu maupun hilir, kedepannya akan semakin kompleks. Menurut Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar, setidaknya ada tiga... Tiga Tantangan Utama Bisnis Gas Nasional

Jakarta, SitusEnergy.com

Pengembangan bisnis gas di Indonesia, baik hulu maupun hilir, kedepannya akan semakin kompleks. Menurut Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar, setidaknya ada tiga masalah utama yang akan dihadapi, yaitu masalah kepastian permintaan, jaringan infrastruktur yang mendukung, serta ketersediaan sumber daya manusia yang mumpuni untuk mengelola bisnis gas nasional.

Terkait soal kepastian permintaan, menurut Arcandra, tidak ada seorangpun yang bisa memastikan kebutuhan atau permintaan gas untuk 20 tahun kedepan. Bahkan menurutnya, di ambang batas 7 tahun saja, hal itu akan sulit diketahui. Pemerintah, kata dia, akhirnya menerapkan skema take or pay untuk memberikan kepastian bagi para investor agar bisnis eksploitasi gas bisa berjalan.

“Beralih ke mekanisme take or pay. Lalu, ketidakpastian permintaan ini dirusak lagi dengan kontrak yang tidak jelas. Yakni, menggunakan kata “dapat” yang bisa diartikan iya atau tidak, terutama terkait harga gas,” ujar Arcandra di Jakarta, Selasa (25/9).

Dia pun menyebut, ketika pemerintah berkomitmen menyediakan Lifting gas dalam jumlah tertentu, maka permasalahan lainnya justru muncul. “Persoalan di kementerian, kami komitmen untuk deliver 100 MMSCFD (juta standar kaki kubik per hari) di 2018, yang terjadi offtaker tidak ada,” tuturnya.

BACA JUGA   Kementerian ESDM-Pertamina Rampungkan Survei di Blok Matindok

Sementara itu, terkait masalah infrastruktur pendukung. Menurutnya, akan menjadi sulit bagi PGN untuk membangun pipa transmisi, jika importing gas senduri tidak memiliki infrastruktur.

“Apalagi untuk bicara harga gas, maka infrastruktur juga tak bisa dilepas. Kalau bicara infrastruktur dari hulu sampai hilir, kalau mau turun harga maka hulu harus turun, yang dipotong capex-nya seperti Jambaran Tiung Biru,” tuturnya.

Persoalan infrastruktur ini sendiri menurutnya tidak lepas dari kesulitan si investor dalam mendapatkan permodalan. Diakuinya bisnis gas merupakan suatu bisnis yang penuh ketidakpastian, sehingga menurutnya wajar jika pihak perbankan enggan untuk mengucurkan permodalan. “Lalu ketidakpastian produksi, sampai sekarang masih terjadi. Lihat Mahakam, apalagi yang Petronas. Jangan lihat dari sisi politik, bahwa ketidakpastian hulu migas itu memang tinggi,” kata dia.

Disamping itu, persoalan ketersediaan SDM juga hingga kini masih menjadi pekerjaan rumah yang belum terpecahkan. Maka itu, serbuan pekerja asing di sektor migas memang harus menjadi perhatian utama. Dia pun berjanji akan semaksimal mungkin melindungi pekerja-pekerja domestik di sektor migas agar bisa tetap eksis di industri migas dalam negeri. “Apakah kita punya SDM baik untuk jalankan industri migas Indonesia? Orang asing boleh ke Indonesia, tapi jadikan itu untuk belajar,” pungkasnya. (SNU)

BACA JUGA   Meski Pandemi, Penerimaan Bidang Energi Tumbuh Positif

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *