Logo SitusEnergi
Sebut Bahan Baku Melimpah, KESDM Akan Dorong Percepatan Implementasi Bioetanol Sebut Bahan Baku Melimpah, KESDM Akan Dorong Percepatan Implementasi Bioetanol
Jakarta, Situsenergi.com Direktur Bioenergi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Edi Wibowo mengatakan, bahwa bakan baku bioetanol yang tersedia melimpah di dalam negeri akan mendorong percepatan... Sebut Bahan Baku Melimpah, KESDM Akan Dorong Percepatan Implementasi Bioetanol

Jakarta, Situsenergi.com

Direktur Bioenergi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Edi Wibowo mengatakan, bahwa bakan baku bioetanol yang tersedia melimpah di dalam negeri akan mendorong percepatan implementasi bioetanol menjadi bahan bakar. Bahan baku bioetanol sendiri sangat beragam dan bisa menciptakan sejumlah peluang untuk mempercepat pemanfaatan sumber energi tersebut.

“Bahan baku bioetanol ini sangat beragam. Saat ini dengan adanya tebu, molases (tetes tebu), pemerintah sudah concern di situ. Bioetanol bisa juga dari sorgum. Beberapa pemda sudah mulai mencanangkan, ada beberapa FS (studi kelaikan), harganya cukup menarik dikembangkan,” katanya dalam Seminar Riset Peta Jalan Strategis untuk Percepatan Implementasi Bioetanol di Jakarta, Selasa (06/12/2022).

Menurut Edi, bioetanol juga bisa dihasilkan dari batang pohon sawit tua karena masih mengandung nira (air gula) dan pati. Bioetanol dibuat dengan teknik fermentasi biomassa seperti umbi-umbian, jagung atau tebu, dan dilanjutkan dengan destilasi. Di mana jenis bioetanol ini dapat digunakan secara langsung maupun tidak langsung sebagai bahan bakar.

“Teknologi produksi bioetanol juga tergolong tidak terlalu susah dan cukup bisa diimplementasikan. Keberterimaan publik dan kendaraan juga tidak jadi masalah. Toyota bahkan sudah memproduksi engine (mesin) yang bahkan sudah diekspor ke Brasil. Jadi mereka sudah fleksibel untuk penggunaan etanol,” jelasnya.

Lebih jauh ia mengatajkan, pengembangan bioetanol akan dapat mendukung ketahanan pangan dan energi. Misalnya dalam konteks gula, visi untuk mencapai swasembada gula juga akan berdampak pada penciptaan ketahanan energi karena tanaman tebu akan menghasilkan bioetanol yang bisa dimanfaatkan menjadi bahan bakar nabati.

“Namun penerapan bioetanol untuk bahan bakar tidak mudah. Karena adanya sejumlah tantangan mulai dari pasokan yang terbatas hingga tidak adanya insentif sebagaimana biodiesel dari dana sawit. Padahal sebagaimana Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015, pengembangan bioetanol 5 persen (E5) untuk campuran BBM sudah harus mulai dilakukan pada 2020 dan secara bertahap meningkat ke E20 pada 2025,” paparnya.

“Seharusnya di tahun 2020 kita sudah mulai dengan E5, juga E10 untuk transportasi, tapi masih banyak tantangan sehingga program ini belum berjalan sesuai dengan yang kita harapkan,” sambungnya.

Menurut Edi, ada sejumlah masalah diantaranya terbatasnya produksi bioetanol dalam negeri yang baru mencapai 40 ribu KL dari kapasitas terpasang hampir 200 ribu KL. Begitu pula tidak adanya insentif untuk mendukung pengembangan bioetanol. Sementara subsidi bioetanol sendiri juga belum berjalan dengan baik.

“Belum lagi keterbatasan infrastruktur yang perlu diterapkan jika implementasi bioetanol berjalan. Bisa saja melakukan impor untuk mendukung infrastrukturnya, namun perlu ada pertimbangan soal fluktuasi harga dolar AS hingga keberlanjutannya di masa mendatang,” pungkasnya.(Ert/SL)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *