Logo SitusEnergi
JM Pattiasina, Tokoh Sentral di Awal Berdirinya Pertamina JM Pattiasina, Tokoh Sentral di Awal Berdirinya Pertamina
Jakarta, Situsenergi.com Brigjen TNI (Purn) Johannes Marcus Pattiasina, seorang ahli atau tehnisi perminyakan yang sangat terkenal di masanya. Figur yang tidak banyak dipublikasikan ini... JM Pattiasina, Tokoh Sentral di Awal Berdirinya Pertamina

Jakarta, Situsenergi.com

Brigjen TNI (Purn) Johannes Marcus Pattiasina, seorang ahli atau tehnisi perminyakan yang sangat terkenal di masanya. Figur yang tidak banyak dipublikasikan ini justru merupakan tokoh kunci pada masa awal berdirinya Pertamina.

Karena keahliannya tersebut, Pattiasina bahkan bisa meniti karir di Tentara Nasional Indonesia (TNI) hingga mencapai pangkat Brigjen. Ia menjadi pengecualian ketika menjadi seorang anggota TNI. Sebab di masa dwifungsi ABRI dulu, tentara yang biasanya masuk dalam bidang sipil itu hal biasa. Jadi tidak heran jika banyak anggota TNI berdinas di luar militer. Tapi, Brigjen TNI (purn) Pattiasina, justru adalah orang minyak yang menjadi tentara. Dia ditempa dalam revolusi fisik, kemudian menjadi tentara dan mendapat tugas mengurusi perminyakan.

Pria asal Pulau Saparua Maluku ini lahir di Makassar pada 15 September 1912 karena mengikuti orang tuanya, Marthen Pattiasina yang menjadi Mantri Jalan di Palopo pada zaman Belanda. Dari Makassar Pattiasina menuju ke Jakarta dan bekerja sebagai teknisi di Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM), perusahaan pelayaran Belanda.

Seperti dituturkan puterinya, Dipl.-Oekonom Engelina H.L. Pattiasina, setelah berkarir beberapa waktu di KPM, Pattiasina pindah ke perusahaan minyak, De Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM), yakni perusahaan minyak, anak dari perusahaan Royal Dutch Shell.

Dia sempat ditugaskan di tangki minyak milik BPM di Tasikmalaya sebelum pindah ke Shell dan Nederlandsche Koloniale Petroleum Maatschppij (NKPM) di Plaju dan Sungai Gerong, Sumatera Selatan. Di kemudian hari, NKPM berganti nama menjadi Standaard Vacuum Oil Company (Stanvac).

Namun di saat karirnya sedang menanjak,  Jepang menaklukkan Belanda pada 1942 hingga membuat perjalanan karir Pattiasina berakhir di perusahaan minyak milik Belanda yang dimulai sejak tahun 1933 itu.

Kedatangan pasukan Jepang ke Palembang menyebabkan Pattiasina menyingkir ke Pulau Jawa. Padahal, dia merupakan satu dari beberapa orang pribumi yang menduduki posisi tinggi untuk ukuran pribumi pada masa itu.

BACA JUGA   SKK Migas Tanggapi Santai Hengkang Beberapa Perusahaan Migas Asing Dari Indonesia

Di sisi lain, sebelum pergi Belanda terlebih dahulu menghancurkan kilang di Palembang.

Hal ini menyebabkan Jepang berusaha mencari informasi tentang keberadaan teknisi yang bisa memperbaiki kilang milik Belanda.

Jepang akhirnya menemukannya di Jawa dan dibawa kembali ke Palembang. untuk memperbaiki kilang yang dihancurkan Belanda, tapi Pattiasina keberatan karena tidak mau Jepang melihat saat dia memperbaiki kilang.

Pembangkangan ini menyebabkan Johannes Marcus Pattiasina mendapat siksaan Jepang. Tapi, bagi Pattiasina itu merupakan pilihan terbaik. Siksaan Jepang itu mematahkan salah satu tulang bahu Pattiasina. Karena kesulitan tenaga teknisi,  Jepang terpaksa mengikuti keinginan Pattiasina untuk memperbaiki kilang tanpa disaksikan tentara Jepang.

Ambil Alih Kilang Jepang

Setelah kilang bisa berfungsi, Jepang mempercayai Pattiasina sebagai Kepala Pabrik Asano Butai—perusahaan minyak zaman Jepang. Tapi, dia tetap tidak suka dengan perlakuan Jepang. Secara diam-diam Pattiasina menjalin hubungan dengan kelompok pemuda di Sumatera Selatan. Ia mengorganisir pekerja minyak di Palembang. Pada 1945, pekerja minyak ini mengambil alih kilang minyak Jepang, beberapa bulan sebelum proklamasi kemerdekaan.

Selain mengorganisir pekerja minyak, Nyong Ambon ini juga menjadi komandan laskar rakyat, karena dia sempat mengenyam pendidikan giyugun, sekolah perwira pada zaman Jepang. Pattiasina juga aktif dalam perjuangan kemerdekaan di Palembang.

Pada masa perang kemerdekaan pertama, Pattiasina berpangkat Letnan Kolonel, yang memegang pasukan minyak. Pasukan rakyat pimpinan Pattiasina juga terlibat dalam perang lima hari lima malam yang terkenal di Palembang itu.

Sementara itu, Pemerintahan Sumatera Bagian Selatan yang diprakarsai oleh dr Mohammad Isa, mengambil kebijakan untuk membentuk perusahaan minyak, yakni Perusahaan Minyak Republik Indonesia (Permiri), yang langsung ditangani Pattiasina.

Namun, kedatangan sekutu menyebabkan, pejuang terus terdesak. Setelah melalui perundingan, wilayah Indonesia semakin jauh di luar Palembang. Rakyat dan pejuang terpaksa melakukan perjuangan dengan gerilya, pemerintahan juga berpindah ke luar Palembang.

BACA JUGA   Suplay Gas Dari Blok Masela Ke PT Pupuk Indonesia Terhambat Kesiapan Pipa Transmisi

Dalam masa gerilya, yakni agresi militer Belanda II ini, pasukan minyak yang dipimpin Patiasina juga berusaha membuat kilang-kilang kecil yang sangat diperlukan untuk memenuhi pasokan pejuang.

Permiri yang dipimpin Pattiasina ini yang secara rutin mensuplai kebutuhan minyak Kesatuan Intelijen Komando Militer Sumatera Bagian Selatan sebanyak 10 ton setiap bulan. Sedangkan, Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) dan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI), juga mendapatkan jatah minyak sebanyak 10 ton untuk setiap kesatuan per bulan.

Di Lebong Tandai yang merupakan markas komando perjuangan, Pattiasina memimpin perusahaan tambang emas. Hasil tambang ini yang digunakan untuk membiayai perjuangan. Pemerintah darurat, bukan saja mengeluarkan kebijakan untuk menerbitkan uang kertas, tapi mereka juga mengeluarkan koin mas. Hasil dari tambang mas ini, yang menjadi modal untuk membiayai perjuangan.

Selama bergerak mundur dalam masa gerilya ini, pasukan minyak atau dikenal juga pasukan Permiri ini selalu membawa “mesin bubut Pattiasina”. Dengan modal mesin ini, pasukan Pattiasina memperbaiki kilang, membuat koin mas, dan membuat senjata rakitan dengan kapasitas produksi satu senjata per hari.

Dalam masa gerilya inilah pasukan rakyat dilebur bergabung dalam militer Indonesia. Semua mengalami penurunan pangkat kemiliteran, bapak yang semula berpangkat Letkol diturunkan menjadi kapten.

Perbaiki Pesawat Peninggalan Jepang

Pattiasina yang memang memiliki keahlian teknik mumpuni juga berusaha untuk memperbaiki pesawat yang ditinggalkan dari zaman Jepang. Ketika itu, minyak untuk pesawat terbang dibuat di Tanjung Lontar, Muara Enim.

Dari Muara Enim ini, Pattiasina bersama Ibnu Sutowo dan Halim Perdanakusuma berusaha untuk melakukan penerbangan dari Tanjung Lontar menuju Jakarta, dengan menggunakan pesawat bekas Jepang yang sudah diperbaiki Pattiasina.

Dalam masa agreri militer Belanda I dan II ini, Pattiasina dan Ibnu Sutowo juga mendirikan perusahaan dagang bernama  Firma Musi. Perusahaan ini digunakan untuk melakukan perdagangan karet dan minyak dengan Singapura melalui Jambi.

BACA JUGA   Pertamina Lubricants Salurkan Sarana Pendidikan di Kota Ambon

Selain itu, Pattiasina memindahkan laskar minyak dalam Permiri dari Mangunjaya ke kilang yang lebih besar di Jambi. Pasukan ini yang membantu perbaikan dan menyiapkan minyak mentah untuk penerbangan, yang digunakan untuk menembus blokade laut Belanda pada 1947 sampai 1948.

Setelah kembali ke Palembang pada awal Januari 1950, Pattiasina sebagai pimpinan Permiri menyerahkan kembali semua tambang minyak di Sumatera Selatan dan Permiri dikembalikan kepada Gubernur Sipil yang dijabat dr Mohammad Isa.

Kehandalan Marcus Pattiasina dalam bidang teknik selama perang gerilya ini, menyebabkan Pattiasina diserahi tiga tugas sekaligus, yakni sebagai Kepala DMT di Tentara dan Teritorium II; Kepala Genie Tentara Teritorium II dan sebagai Wakil Kepala Daerah Tentara Teritorium II. Dengan pangkat kapten itu, Pattiasina dan pasukan “teknik”nya dipercayai untuk melakukan berbagai pekerjaan teknik di Sumatera Selatan.

Tidak hanya sebagai kepala genie angkatan darat, tetapi beliau juga memimpin PHB, Genie Tempur, Genie Bangunan, PLAD. Bahkan, harus merangkap sebagai Genie Angkatan Laut dan Genie Angkatan Udara.

Hal itu untuk menutupi kekosongan, karena terjadi penyerahan material genie dari Belanda kepada Indonesia, sesuai Surat Penetapan Nomor 165/46/Pen/Bas tertanggal 4 Mei 1950. Belakangan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) menetapkan agar di setiap teritorium dibentuk satu Batalyon Genie Pioner.

Bagian pertama

Oleh: Daniel D. Tagukawi, Penulis Buku JM. Pattiasina, Pejuang Dari Lapangan Minyak, Eks Redaktur Senior Sinar Harapan

 

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *