Logo SitusEnergi
Waduh Ternyata PLTS Atap Berpotensi Kurangi Pendapatan PLN Waduh Ternyata PLTS Atap Berpotensi Kurangi Pendapatan PLN
Jakarta, Situsenergi.com Kementerian ESDM menyebutkan energi surya mampu bertahan mengakselerasi pertumbuhan EBT di Indonesia sekaligus mentransformasi kebutuhan energi bersih di masa mendatang. Untuk itu,... Waduh Ternyata PLTS Atap Berpotensi Kurangi Pendapatan PLN

Jakarta, Situsenergi.com

Kementerian ESDM menyebutkan energi surya mampu bertahan mengakselerasi pertumbuhan EBT di Indonesia sekaligus mentransformasi kebutuhan energi bersih di masa mendatang. Untuk itu, pemerintah tengah bergerak cepat dengan melakukan tiga pendekatan agar pengembangan listrik tenaga surya bisa tumbuh lebih cepat.

“Matahari ini kan ada di manapun. Dari segi potensi, matahari sangat membantu menuju net zero emission. Bisa dibilang surya merupakan pilihan ekspansi (EBT) yang tak terbatas,” jelas Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dalam diskusi virtual ‘Hitting Record-Low Solar Electricity Prices in Indonesia’ dikutip, Minggu (22/08).

Dikatakannya, Dalam proses pengembangan PLTS ini, Pemerintah memiliki tiga pendekatan. Pertama, PLTS Skala Besar dengan target pembangunan 4,68 Giga Watt (GW) setara dengan reduksi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 6,97 juta ton CO2e. Selanjutnya, target PLTS Terapung di 271 lokasi setara 26,65 GW dengan reduksi emisi GRK sebesar 39,68 juta ton CO2e.

“Kita sudah punya contoh yang baik dari PLTS Terapung Cirata dan kita ingin memiliki proyek kelanjutannya. Apalagi isu dari pengadaannya hampir minim,” ujar Dadan.

Pendekatan terakhir adalah pengembangan PLTS Atap dengan target mencapai 3,61 GW atau setara menurunkan emisi GRK 5,4 juta ton CO2. “Kami sudah melakukan kajian melihat dari sisi pemanfaatan ekspor-impor dengan prinsip 1:1,” beber Dadan.

BACA JUGA   Airlangga Hartarto Sebut Pemerintah Punya Perhatian Serius pada EBT

Dadan meluruskan prosedur ekspor-impor listrik PLTS Atap dengan prinsip dimaksud. Berdasarkan hasil survei internal, hasil produksi listrik dari PLTS Atap tidak seluruhnya masuk ke jaringan PT PLN (Persero).

“Misalnya dari produksi listrik 100 kWh, kalau di rumah tangga hanya 24% masuk ke PLN. Sementara untuk industri, angkanya lebih kecil lagi antara 5-8% karena diproduksi sendiri,” tegasnya.

Ia pun menampik skema ekspor-impor PLTS Atap yang dinilai dapat menyebabkan finasial PLN terganggu.

“Jadi PLN bukan mengalami kerugian,tapi sisi pendapatannya berkurang. Pemerintah sudah menghitung itu. Makanya kami dorong untuk melakukan perbaikan dari sisi jam operasi pembangkit,” ungkap Dadan.

Melalui proses pendekatan tersebut, pemerintah meyakini bahwa pangsa pasar PLTS akan tumbuh lebih cepat sehingga membantu percepetan bauran EBT 23% di 2025.

“Saya punya keyakinan kalau kita punya market 500 MW setahun di dalam negeri. Industri hulunya akan masuk ke sini dan disaat yang sama bisa meningkatkan dari sisi Tingkat Komponen Dalam Negeri,” harap Dadan.

Dadan mengungkapkan, sementara ini rencana penambahan kapasitas PLTS dalam draf RUPTL 2021-2030 setidaknya mencapai sekitar 5 gigawatt (GW).

“Dari sisi kapasitas memang ini masih didiskusikan yang masuk RUPTL berapa GW, tapi angkanya sudah di 5 GW akan masuk di RUPTL untuk 10 tahun ke depan,” ungkapnya.

Sejumlah upaya untuk menjawab tantanggan pengembangan PLTS adalah menciptakan pasar PLTS dengan meningkatkan kapasita pengembangan PLTS dalam kebijakan dan perencanaan, meningkatkan kualitas modul surya produksi dalam negeri melalui SNI Wajib sesuai Permen ESDM No 2/2021, dan bersama Kementerian Perindustrian melakukan fasilitasi terkait kebijakan TKDN antara pengembang dan industri dalam negeri. (SA/RIF)

BACA JUGA   Pemerintah Susun Regulasi Pengelolaan FABA

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *