Logo SitusEnergi
SDM BPH Migas Terbatas, POLRI Perlu Maksimal Dilibatkan Awasi Distribusi Solar Subsidi SDM BPH Migas Terbatas, POLRI Perlu Maksimal Dilibatkan Awasi Distribusi Solar Subsidi
Jakarta, Situsenergi.com Beberapa hari terakhir, publik diramaikan oleh berita tentang kelangkaan solar subsidi di sejumlah daerah, khususnya di Pulau Sumatera. Publik pun beramai-ramai mempertanyakan... SDM BPH Migas Terbatas, POLRI Perlu Maksimal Dilibatkan Awasi Distribusi Solar Subsidi

Jakarta, Situsenergi.com

Beberapa hari terakhir, publik diramaikan oleh berita tentang kelangkaan solar subsidi di sejumlah daerah, khususnya di Pulau Sumatera. Publik pun beramai-ramai mempertanyakan kinerja PT Pertamina (Persero) melalui Pertamina Patra Niaga (PPN) yang dianggap lalai dalam menjaga pasokan BBM di Indonesia. 

Sementara itu, PPN sendiri menyebut kondisi BBM aman dan tidak ada permasalahan dalam pendistribusian. Kurangnya stok itu disebut terjadi seiring adanya peningkatan konsumsi BBM masyarakat, sejalan dengan mulai longgarnya kebijakan PPKM di Indonesia. Hal itu pun direspon oleh Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) dengan mengalihkan kuota BBM subsidi dari wilayah yang permintaannya normal ke wilayah yang lebih membutuhkan. 

Terlepas dari dua hal diatas, otoritas terkait ternyata tidak menyadari sebuah fakta lain yang bisa saja hal itu menjadi biang kerok dari kelangkaan solar subsidi di sejumlah daerah, yaitu tingginya disparitas harga antara solar subsidi dengan solar non subsidi. 

Pengamat energi yang juga Direktur Pusat Kebijakan Publik (Puskepi), Sofyano Zakaria mengatakan, sudah saatnya Pemerintah mengkoreksi naik harga jual solar subsidi hingga rentang harganya dengan solar non subsidi semakin tipis sehingga tidak membuat solar subsidi jadi incaran untuk disalahgunakan atau diselewengkan peruntukannya.

“Idealnya rentang harga jual solar subsidi dengan solar non subsidi maksimal Rp.1.000/liter. Buat perbandingan harga solar subsidi saat ini Rp.5.150/liter sedang solar non subsidi Rp.9.500/liter,” demikian disampaikan Sofyano kepada awak media, Kamis (21/10/2021). 

Tak hanya itu, Sofyano juga menyoroti keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki BPH migas untuk melakukan pengawasan terhadap distribusi solar subsidi. Untuk mengatasi hal itu, BPH Migas pun disarankan menggandeng pihak Kepolisian. 

“Kuota solar subsidi seharusnya tidak ditentukan berdasarkan per lembaga penyalur (SPBU) seperti yang berlaku saat ini oleh BPH Migas , tetapi per wilayah sehingga jika terjadi kekosongan solar subsidi pada SPBU-SPBU, maka pihak Pertamina Patra Niaga bisa melakukan kebijakan menambah kuota solar demi tetap terlayani nya kebutuhan solar oleh masyarakat,” usul Sofyano. 

Sofyano berpendapat, kekosongan solar yang terjadi kurang tepat jika disebut sebagai kelangkaan , sebab yang terjadi dan tentunya bisa dibuktikan adalah kekosongan solar subsidi pada beberapa SPBU pada beberapa Kabupaten/Kota tertentu  saja dan bukanlah terjadi di seluruh SPBU pada semua Kabupaten/Kota di provinsi.

“Logikanya, jika kekosongan solar subsidi terjadi pada seluruh SPBU yang ada pada seluruh Kabupaten/Kota di beberapa provinsi, tentu seluruh media dan elit politik dan elit masyarakat pasti sudah bersuara macam-macam,” tuturnya. 

“Saya juga meyakini kekosongan solar subsidi di beberapa spbu tidaklah berarti bahwa stok  bbm solar (B30) di negeri ini menipis atau bermasalah karena ini bisa dibuktikan dengan tidak terganggunya distribusi atau penjualan solar B30 buat keperluan Industri dan marines ( kapal kapal). Jika solar bermasalah tentu nya pihak industri dan pelayaran pasti sudah berteriak,” sambungnya. 

BACA JUGA   SPBU Di Jalur Mudik Diminta Utamakan Keselamatan

Sofyano menambahkan, agar permasalahan kekosongan solar yang terjadi tidak dipolitisir, di dramatisir pihak tertentu, maka pihak Pertamina dan juga BPH Migas sebaiknya menyampaikan ke publik, SPBU mana saja yang sempat alami kekosongan solar subsidi dan apa penyebabnya.

“Bukankah Pertamina sudah lakukan program digitalisasi juga pada SPBU, tentunya masalah kekosongan SPBU sangat mudah dan cepat bisa diketahui terjadinya dan apa penyebabnya dengan digitalisasi yang ada,” pungkasnya. (SNU)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *