Logo SitusEnergi
Pengamat : Insentif Pemerintah Ke PLN Adalah Semu Pengamat : Insentif Pemerintah Ke PLN Adalah Semu
Jakarta, situsenergy.com Dari dana jumbo Rp50,42 triliun yang didapat dari pemerintah, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN diklaim hanya mendapat gelontoran Rp5 triliun... Pengamat : Insentif Pemerintah Ke PLN Adalah Semu

Jakarta, situsenergy.com

Dari dana jumbo Rp50,42 triliun yang didapat dari pemerintah, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN diklaim hanya mendapat gelontoran Rp5 triliun sebagai penyertaan modal negara (PMN), sisanya Rp45,42 triliun merupakan pembayaran utang pemerintah kepada PLN karena tak ada kenaikan tarif listrik sejak 2017.

Hal itu diungkapkan pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi. Fahmy mengakui kucuran dana sebesar itu dibarengkan dengan alokasi dana program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) akibat dampak pademik Convid-19.

“Akibatnya seolah-olah PLN mendapat insentif dana jumbo dari APBN 2020,” ujar Fahmy.

Pemerintah mengelontorkan dana jumbo sebesar Rp 153,83 triliun untuk sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terkena dampak Pademi Convid-19. Kucuran dana tersebut dialokasikan dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2020 untuk membiayai program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) akibat dampak pademi Convid-19.

“Alokasi dana itu dibagi dalam tiga kategori, terdiri: pembayaran utang pemerintah kepada BUMN sebesar Rp 108,48 triliun, kemudian PMN sebesar Rp 25,7 triliun, dan dana talangan Rp 19,65 triliun,” tutur Fahmy.

BACA JUGA   UMKM UD Rehani Inovasikan Tenun Ulos jadi Lebih Modis dan Trendy

Pembayaran utang pemerintah itu di antaranya dibayarkan kepada PLN sebesar Rp 45,42 triliun untuk pelunasan dana kompensasi dari pemerintah kepada PLN. Dana kompensasi merupakan utang pemerintah kepada Pln sebagai konsekwensi kebijakan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif listrik sejak 2017 hingga kini. Padahal, biaya keekonomian produksi listrik, yang ditetapkan berdasarkan 3 variabel utama, yakni: kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, ICP (Indonesia Crude Price), dan inflasi pada tahun berjalan, sudah mengalami kenaikan dalam 3 tahun terakhir.

“Selisih antara biaya keekonomian produksi listrik dengan tarif listrik ditetapkan pemerintah diperhitungkan sebagai kompensasi yang dibukukan sebagai utang pemerintah kepada PLN,” jelas Fahmy.

Pada 2017, PLN mencatatkan kompensasi sebesar Rp 7,46 triliun yang baru dibayar pemerintah pada 2019. Dana kompenasi pada 2018 sebesar Rp 23,17 dan pada 2019 sebesar Rp 22,25 triliun, total dana kompensasi pada 2018 dan 2019 sebesar Rp 45,42 triliun, yang baru akan dibayar pada 2020. Pembayaran dana kompensasi dari APBN 2020 itu dimasukkan dalam anggaran program PEN akibat dampak pademi Convid-19.

Selain dana kompensasi sebesar Rp 45,42 triliun, PLN memang memperoleh PMN sebesar Rp 5 triliun. Tambahan PMN itu masih sangat wajar, lantaran PLN menjalankan berbagai penugasan pemerintah dengan biaya yang tidak kecil. Untuk mencapai 100 persen rasio eletrifikasi, yang kini sudah mencapai 98,3 persen, Pln harus membangun pembangkit listrik, jaringan distribusi dan transmisi di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di daerah 3T (terdepan, terluar dan tertinggal).

BACA JUGA   RI Genjot Pembangunanan Smelter, Ini Kata Ahli

“Selama ini, sumber dana yang digunakan PLN adalah sumber dana eksternal, utamanya dari global bond. Penambahan PMN itu diharapkan dapat memperbaiki rasio utang dibanding modal sendiri (debt to equity ratio). PLN juga menjalankan penugasan pemerintah dalam pengembangan Energi Baru Terbarukan yang digunakan dalam pembangkit listrik tenaga Surya, Tenaga Bayu, Biothermal, dan sebagainya,” urai Fahmy.

Selama masa Pandemi Convid-19, PLN juga menjalankan tugas pemerintah untuk menggratiskan pembayaran listrik bagi 24 juta pelanggan dengan daya 450 Volt Ampere (VA) dan memberikan diskon 50% bagi 7 Juta pelanggan dengan daya 900 VA bersubsidi. Insentif itu dapat meringankan beban rakyat miskin dan rentan miskin, yang terpuruk selama Pandemi Convid-9. Keringanan biaya listrik itu berlaku selama tiga bulan yakni April, Mei, dan Juni 2020 dan dibutuhkan dana sekitar Rp 3,57 triliun.

“Untuk perpanjangan dan perluasan kebijakan itu tentunya dibutuhkan biaya yang lebih besar lagi,” tutup Fahmy. (DIN/rif)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *