Logo SitusEnergi
Pemerintah Perlu Revisi Perpres 191/2014-Solar Subsidi Harus Tepat Sasaran Pemerintah Perlu Revisi Perpres 191/2014-Solar Subsidi Harus Tepat Sasaran
Jakarta,situsenergy.com Asosiasi Pengamat Energi Indonesia- APEI, menyelenggarakan Forum Group Diskusi membahas Optimasi  Kebijakan dan Peraturan Dana Subsidi BBM Untuk Peningkatan Ketahanan Energi Nasional. FGD... Pemerintah Perlu Revisi Perpres 191/2014-Solar Subsidi Harus Tepat Sasaran

Jakarta,situsenergy.com

Asosiasi Pengamat Energi Indonesia- APEI, menyelenggarakan Forum Group Diskusi membahas Optimasi  Kebijakan dan Peraturan Dana Subsidi BBM Untuk Peningkatan Ketahanan Energi Nasional.

FGD dihadiri peserta dari instansi dan lembaga seperti PBNU, ISNU, INSA, BPH Migas, Pertamina, Asosiasi Pengusaha Batubara ,APBBMI, Pelni,Aptrindo,Hiswana Migas dan sejumlah pengamat energi nasional yang tergabung dalam APEI.

Pada FGD tersebut , Dr Marwan Batubara , pengamat energi dari IRESS mengatakan : “APBN telah dikorbankan untuk membiayai subsidi yang tidak tepat sasaran. Konsumsi BBM lebih banyak dinikmati oleh kalangan mampu, termasuk sektor-sektor perkebunan, pertambangan dan industri yang seharusnya membeli solar sesuai harga keekonomian”.

Marwan menambahkan ,Pemerintah perlu mengkaji ulang dan memperbaiki kebijakan dan peraturan yang terkait dengan penetapan harga dan subsidi BBM, yakni Perpres No.191/2014. Perpres tersebut telah mengamanatkan untuk melakukan evaluasi harga BBM setiap 3 bulan, tapi evaluasi harga tersebut tidak dilakukan.

Sementara itu , Ibnu Chouldum (SVP Marketing Retail PT Pertamina) menekankan bahwa Penyaluran BBM PSO perlu dilakukan dengan tepat sasaran, yaitu kepada konsumen pengguna yang berhak sesuai regulasi yang berlaku (Perpres No. 191 Tahun 2014).

BACA JUGA   Pertamina Kembangkan Kilang TPPI Jadi Industri Petrokimia Terintegrasi

Ibnu menyimpulkan pula bahwa Masyarakat yang mampu perlu didorong untuk menggunakan BBM Non Subsidi sehingga beban subsidi pemerintah akan berkurang.

Pihaknya sangat berharap Besaran  subsidi sebaiknya ditentukan berdasarkan persentase atau subsidi mengambang.

“Jika harga BBM naik maka subsidi ikut naik, dan sebaliknya jika harga BBM turun, subsidi juga ikut turun” tegasnya pada FGD tersebut.

Sementara itu ketua bidang ekonomi PBNU , KH DR. Marsudi Syuhud menegaskan: “Masyarakat perlu mengetahui kondisi keuangan pemerintah dan kemampuan Pertamina dalam memberikan subsidi. Pemerintah harus lebih selektif untuk menentukan kalangan yang berhak mendapatkan subsidi BBM. Subsidi perlu diberikan kepada masyarakat yang memerlukan, bukan kalangan Salah satu Tokoh PBNU ini menambahkan, Pemerintah terus memberikan subsdidi karena khawatir turunnya rasa percaya rakyat terhadap pemerintah jika subsidi dicabut atau harga dinaikkan. Amanat Perpres No.191/2014, bahwa evaluasi harga BBM perlu dilakukan tiap 3 bulan, maka seharusnya hal tersebut dilakukan. Jika Perpres akan diperbaiki atau ada perubahan tujuan harus memberikan maslahat/manfaat untuk publik, dan proses tersebut perlu diketahui masyarakat.

Sementara Febri dari  Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu- FSPPB mengatakan, Pertamina hanya sebagai pelaksana kebijakan Pemerintah dan FSPPB meminta dilindungi oleh pemerintah karena posisi Pertamina yang terjepit. Harga BBM dinaikkan oleh pemerintah, tapi yang didemo oleh masyarakat tetap Pertamina. Ketika Pertamina menjalankan perpres dengan tidak menyalurkan BBM premium di Jamali, Pertaminalah yang diprotes oleh masyarakat.

BACA JUGA   "The Godfather" Migas, Jelang Pilpres Riza Chalid Muncul Lagi

FSPPB meminta Kebijakan apa pun yang diambil oleh pemerintah, kerangkanya harus jelas. Di antara yang harus diperjelas adalah kriteria siapa yang berhak menerima subsidi. Kejelasan regulasi ini penting sehingga Pertamina dapat melaksanakan tugasnya dengan tenang dalam wilayah yang hitam putih, tidak abu-abu yang membingungkan.

Febi menegaskan , Peraturan mungkin tidak diubah, namun implementasi peraturan di lapangan harus dilaksanakan secara konsisten. Misalnya, peraturan tentang evaluasi harga setiap 3 bulan harus konsisten dilaksanakan sehingga keseimbangan subsidi bisa dicapai melalui evaluasi periodik 3 bulanan tersebut.

Sementara BPH migas yang diwakili sekretaris BPH , Bambang Utoro, Penyaluran subsidi solar kerap mengalami penyelewengan, padahal BPH Migas berfungsi untuk melakukan pengamanan subsidi.Jika ada penyelewengan maka akan ditindak oleh aparat penegak hokum. BPH telah melakukan review kebijakan untuk mengatur penerima subsidi yang tepat sasaran.

BPH migas juga mengatakan , Konsumsi solar selalu melebihi dari kuota yang ditetapkan, pada 2019 telah mencapai 52 persen dari kuota yang ditetapkan, yakni 7,56 juta KL selama Januari-Juni 2019. Awalnya kuota APBN 2019, solar sebanyak 14,5 juta KL, kemudian direvisi menjadi 15,7 juta KL hingga akhir tahun 2019. (irs)

BACA JUGA   Produksi Migas Pertamina Naik 2 Persen Di Triwulan I 2020

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *