Logo SitusEnergi
Direksi BUMN & Politik Direksi BUMN & Politik
Oleh: Marwan Batubara, IRESS Pergantian direksi BUMN yang mengiringi peralihan pemerintahan lama kepada pemerintahan baru sudah menjadi kebiasaan yang lumrah terjadi di Indonesia. Hal... Direksi BUMN & Politik

Oleh: Marwan Batubara, IRESS

Pergantian direksi BUMN yang mengiringi peralihan pemerintahan lama kepada pemerintahan baru sudah menjadi kebiasaan yang lumrah terjadi di Indonesia. Hal ini bisa dipahami, terutama jika peralihan tersebut dimaksudkan untuk menjaminkelangsungan pengelolaan dan kinerja BUMN ke arah yang lebih baik. Namun, jika ditinjau dari kepentingan negara dan publik yang lebih luas dan komprehensif, kadang-kadang pergantian tersebut menjadi tidak logis dan mengundang banyak pertanyaan.

Dalam 3 hari terakhir initersebar informasi akan adanya pergantian Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina. Jika akhirnya pergantian tersebut terjadi, berarti dalam3 tahun memimpin sejak Oktober 2014 yang lalu,pemerintahan Jokowi-JK telah melakukan pergantian direksi sebanyak 3 kali.Padahal, jika tidak ada pertimbangan mendesak atau hal-hal yang bersifat darurat, umumnya direksi BUMN akan menjabat dalam  periode waktu 5 tahunan. Oleh sebab itu, wajar jika muncul pertanyaan, jangan-jangan pergantian direksi tersebut lebih didominasi oleh kepentingan politis dan perburuanrente. Apalagi jika pejabat yang menggantikan justru bukan berasal dari kalangan dalam Pertamina sendiri.

Jika melihat 3 tahun ke belakang, beberapa minggu setelah dilantik, Presiden Jokowi langsung mengganti Direktur Utama dan direktur-direktur lain di Pertamina. Pergantian tersebut dapat dimengerti, salah satunya karena Dirut Pertamina yang lama pun memang mengundurkan diri. Namun, tidak sampai menunggu masa bakti direksi BUMN yang umumnya   5 tahun, sekitar setahun kemudian, terjadi pula pergantian Dirut dan beberapa direktur lain. Tentu saja hal ini mengundang pertanyaan publik, karena saat pergantian tersebut kinerja korporasi pun justru lebih baik dibanding sebelumnya.

Pada 2013, Pertamina merupakan satu-satunya BUMN milik negara Indonesia yang masuk dalam  daftar perusahaan terbesar global versi Fortune Global 500. Saat itu peringkat Pertamina berada pada posisi ke-122, dan dipimpin oleh Dirut yang berasal dari internal Pertamina sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan manajemen BUMN Pertamina tidak kalah dan justru lebih baik dibanding manajemen BUMN lain atau sejumlah perusahaan swasta di Indonesia.

Ternyata perjalanan pengelolaan BUMN ini dalam 3-4 tahun terakhir menunjukkan sejumlah anomali. Di satu sisi, pengelolaan dan kinerja BUMN terbesar RI yang dipimpin oleh kalangan internal Pertamina ini telah menunjukkan peningkatan dan prestasi yang membanggakan secara nasional, serta telah pula mendapat pengakuan global. Namun, di sisi lain, dalam hal suksesi kepemimpinan,pemerintah justru menempatkan pejabat-pejabat dari luar Pertamina.Belakangan jumlah pejabat dari luar Pertaminayang menduduki posisi direksipun malah bertambah.

BACA JUGA   Tambah SPKLU di Jalan Tol, KESDM Apresiasi Langkah PLN

Bagaimana mungkin perusahaan yang semula jajaran pimpinannya berasal dari dalam perusahaan sendiri, telah menunjukkan prestasi, dan telah pula mendapat pengakuan internasional, harus menerima penempatan pejabat-pejabat yang berasal dari luar Pertamina yang ukuran dan prestasi korporasinya justru di bawah Pertamina? Ditinjau dari sisi lain, bagaimana mungkin pemerintah justru mengabaikan pejabat-pejabat internal Pertamina yang telah menunjukkan kinerja dan meraih prestasi, justru luput memperoleh penghargaan dan kesempatan promosi? Hal ini tentu tidak adil dan dapat menimbulkan demotivasi dan rasa frustrasi bagi pejabat-pejabat karier di Pertamina sendiri.

Dalam rencana pergantian Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina dalam beberapa hari ke depan, konon pemerintah kembali akan menunjuk pejabat yang berasal dari BUMN lain di luar Pertamina. Jelas rencana ini kembali mengundang tanda tanya dan menimbulkan kekhawatiran, jangan-jangan motif politis dan perburuan rente justru lebih dominan dalam penetapan direksi BUMN. Jika ini terjadi, demotivasi pekerja akan kembali muncul dan rasa keadilan akan kembali terusik, sehingga kinerja perusahaan dapat saja terganggu.

Selain faktor-faktor “anomali” yang kurang menghargaiperan pekerja internal Pertamina di atas, penempatan pejabat-pejabat dari luar BUMN dapat pula menimbulkan berbagai persoalan yang mengganggu kepentingan negara dan publik. Misalnya, Direktorat Pemasaran Pertamina berkaitan dengan hajat hidup orang banyak dan tingkat pengelolaan yang pelik dan rumit.Untuk itu, direktur yang menjadi pimpinan selayaknya merupakan pejabat karier profesional yang paham dan menguasai benar sektor pemasaran dan distribusi Pertamina.

Direktorat Pemasaran dan Niaga adalah sebuah direktorat yang sangat terkait langsung dengan hajat hidup orang banyak. Karena itu wajar pula jika pemimpin direktorat ini adalah pejabat karier yang terbukti pernah dan mampu bekerjasama dengan pekerja serta menguasai seluk beluk bisnis, pemasaran dan niaga seluruh produk Pertamina.

Disamping memenuhi kriteria-kriteria umum seorang pemimpin sepeti amanah, profesional, memiliki leadership dan kemampuan manajerial, serta bebas KKN, maka Direktorat Pemasaran dan Niaga Pertamina selayaknya dipimpinoleh pejabat berlatar-belakangpemasaran yang diharapkan pernah melalui jenjang karier di Direktorat Pemasaran dan Niaga. Dengan demikian, yang bersangkutan telah pernah menggeluti langsung dan memahami dengan seksama tugas pokok dan fungsi yang ada pada direktorat tersebut.

BACA JUGA   RUPSLB Tetapkan Susunan Baru Pengurus Elnusa

Ternyata, dalam berbagai pergantian direksi Pertamina pada lebih dari 3 periode pemerintahan terakhir, Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina adalah pejabat karier yang pernah menduduki posisi senior atau Senior Vice Presiden dilingkungan direktorat tersebut. Pada kesempatan lain, posisi tersebut diduduki oleh pejabat yang sebelumnya merupakan Direktur Utama dari anak-anak perusahaan Pertamina yang terkait langsung dengan Direktorat Pemasarandan Niaga. Dalam hal ini, aspek senioritas, pengalaman kerja dan promosi yang bebas KKN selalu menjadi pertimbangan.

Direktorat Pemasaran dan Niaga Pertamina memiliki posisi dan peran yang khusus dan strategis, serta terkait sangat kuat dengan stabilitas ekonomi, sosial dan politik nasional. Kenaikan harga BBM atau LPG umumnya terkait dengan kehidupan sosial-politik masyarakat. Isu atau riak kecil yang terjadi pada direktorat ini dapat saja berdampak terhadap jalannya distribusi BBM dan LPG, yang dapat pula menimbulkan persoalan bagi pemerintah dan negara. Apalagi, tahun 2018 ini dan tahun 2019 adalah tahun politik berkaitan dengan pilkada serentak, pemilu dan Pilpres.

Dengan berbagai ulasan aspek-aspek internal dan eksternal di atas, maka merupakan hal yang wajar jika publik meminta pemerintah untuk mengambil keputusan yang tepat dalam memilih pimpinan Direktorat Pemasaran dan Niaga Pertamina. Meskipun pemerintah berkuasa untuk memutuskan dan memerintah, kepentingan negara dan publik haruslah menjadi pertimbangan utama. BUMN bukanlah perusahaan milik pemerintah, tetapi adalah milik negara, sehingga para pemimpin BUMN mestinya diangkat dan ditetapkan bukan karena motif untuk mengamankan kepentingan politik pemerintah atau penguasa, tetapi karena kepentingan negara dan rakyat!

Sebaliknya, kita pun meminta para pejabat yang menduduki posisi pimpinan di Pertamina atau BUMN lain seperti PLN untuk menyadari posisi dan perannya sebagai pemegang amanat pengelolaan perusahaan milik negara. Mereka semua harus mengamankan dan mengutamakan kepentingan negara dibanding kepentingan pemerintah.  Salah satu contoh yang layak menjadi cermin adalah perihal harga BBM subsidi dan penugasan. Di sini terlihat pimpinan BUMN tersebut lebih memilih tunduk kepada kebijakan pemerintah yang sarat kepentingan politik dibanding kepentingan negara dan rakyat yang telah dijamin dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BACA JUGA   Rancang Langkah Penegakan Hukum, Pemerintah Bentuk Satuan Tugas

Seperti diketahui, harga BBM ditetapkan secara rutin setiap 3 bulanan sesuai ketentuan dalam Perpres No.191/2014. Harga BBM akan berubah terutama jika terjadi perubahan harga minyak dunia dan nilai tukar Rp terhadap US$. Ternyata selama tahun 2017, harga minyak dunia telah naik sekitar 30%, sementara itu karena kepentingan pencitraan politis, pemerintah tidak berminat menaikkan harga BBM sesuai formula harga yang ditetapkan sendiri. Karena anggaran subsidi BBM di APBN tidak dinaikkan, maka akibat kebijakan politik populis pemerintah tersebut, selama 2017 Pertamina kehilangan kesempatan memperoleh untung, alias merugi, sekitar Rp 25 triliun.

Tentu saja kita lebih menginginkan harga BBM yang murah. Namun jika kemampuan keuangan negara sangat terbatas, maka kenaikan harga BBM dapat saja diterima, namun pada saat yang sama, pemerintah pun harus menetapkan sistem subsidi tepat sasaran, terutama guna membantu rakyat miskin yang terdampak. Jika anggaran subsidi BBM di APBN tidak meningkat, sistem subsidi BBM tepat sasaran tidak dikembangkan, maka kebijakan populis pemerintah yang mengorbankan Pertamina hingga Rp 25 triliun merupakan kebijakan hipokrit yang melanggar peraturan perundang-undangan.

Jika pimpinan BUMN bersikap pasif dan hanya mengikuti kebijakan politik pemerintah yang melanggar peraturan, maka direksi BUMN tersebut dapat dikatakan sebagai pejabat negara yang juga terlibat dalam pelanggaran peraturan, dan layak digugat sesuai hukum yang berlaku. Oleh sebab itu, kita ingin agar pengangkatan pimpinan BUMN, termasuk direksi Pertamina atau Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina, harus bebas dari kepentingan politik pemerintah. Sebaliknya, siapa pun yang ditetapkan menjadi pimpinan BUMN, maka mereka harus menyadari bahwa mereka adalah wakil-wakil rakyat yang berperan mengelola perusahaan milik negara dan rakyat, sehingga mereka pun harus bebas dari intervensi dan kepentingan politik sempit para penguasa.[]

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *