Logo SitusEnergi
SUBSIDI DAN KOMPENSASI SUBSIDI DAN KOMPENSASI
M Kholid Syeirazi Tidak semua orang bisa sehebat Jokowi, dan pembantunya, SMI. Dia jago siasat, semua orang tahu, termasuk menyiasati subsidi. Bagi lembaga internasional,... SUBSIDI DAN KOMPENSASI

M Kholid Syeirazi

Tidak semua orang bisa sehebat Jokowi, dan pembantunya, SMI. Dia jago siasat, semua orang tahu, termasuk menyiasati subsidi. Bagi lembaga internasional, subsidi energi, apalagi salah sasaran, sama dengan inefisiensi. Ini penyakit kronis dalam perekonomian. Ketika pertama kali naik kekuasaan, dia langsung bikin gebrakan. Dia kritik pendulunya, SBY. Selama 10 tahun (2005-2014), SBY ‘membakar’ Rp 1.987 triliun duit negara untuk subsidi energi. Ini terdiri dari Rp 1.336 triliun subsidi BBM dan elpiji dan Rp 650 triliun subsidi listrik. Saat meresmikan program BBM Satu Harga di Wamena, dia bilang, ‘subsidi sekarang sudah nggak ada, tapi harga BBM bisa sama di Wamena.’

Kenyataannya subsidi tetap ada, tetapi turun. Ini setelah dia mengubah Perpres No. 191 Tahun 2014 yang menghapus premium sebagai BBM subsidi (JBT). Premium jadi JBKP (Jenis BBM Khusus Penugasan) yang ditugaskan untuk diadakan di luar Jamali (Jawa-Madura-Bali). Subsidi BBM langsung turun, dari Rp 191 triliun (2014) menjadi Rp 34,9 triliun (2015). Subsidi elpiji dan listrik juga. Momentumnya pas: harga minyak dunia anjlok, dari rata-rata US$99 per barel menjadi US$ 52 per barel. Jokowi hoki. Harga keekonomian turun. Rakyat tidak berasa harga premium sudah dilepas ke pasar.

BACA JUGA   FATARMOGANA DIVESTASI 51% SAHAM FREEPORT

Tapi premium tidak pernah jadi BBM umum (JBU). Harganya diregulasi Pemerintah. Kalau harga keekonomian naik, Pemerintah akan membayar kompensasi kepada pelaksana PSO (Pertamina dan lainnya). Inilah canggihnya Jokowi, dan pembantunya, SMI. Subsidi adalah alokasi anggaran yang ditetapkan Pemerintah dan DPR. Prosesnya politis, berbelit-belit. Sementara kompensasi tidak perlu melibatkan DPR. Dia kewenangan Pemerintah. Posnya ada di Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara atau BA.BUN 999.08 pada kategori belanja lain-lain. Urusannya simpel. Pertamina atau PLN melaporkan kekurangan penerimaan akibat regulasi harga oleh Pemerintah. Setelah rakor 3 menteri dan audit BPKP, Menkeu membayar kompensasi. Beres.

Dulu dana kompensasi dibayar untuk penugasan premium. Setelah premium dihapus, dana kompensasi dibayarkan untuk pertalite. Di sektor listrik, subsidi diberikan untuk pelanggan daya 450 VA dan daya 900 VA yang terdaftar di DTKS. Selebihnya, atas penetapan TDL di bawah harga keekonomian, Pemerintah membayar kompensasi ke PLN.

Meskipun akrobat akuntansi ini canggih, substansinya sama: subsidi dan kompensasi adalah duit negara. Hakikatnya sama-sama subsidi. Bedanya dari pintu keluar. Subsidi keluar dari dua pintu (Pemerintah dan DPR), kompensasi cukup satu pintu (Pemerintah).

BACA JUGA   Ferdinand : Ketimbang Membubarkan Kementerian BUMN, Lebih Baik Menterinya Yang Di Reshuffle

Sekarang kita hitung dampak akuntansinya. Era SBY tidak ada kompensasi. Semuanya subsidi hasil kesepakatan dua pintu. Angka total subsidi energinya memang gila: hampir Rp2.000 triliun. Jokowi, yang sering menyindir SBY dalam subsidi energi, apa lebih rendah? Mari kita sisir.

Selama tahun 2015-2023, subsidi energi (BBM, elpiji, listrik) mencapai Rp 1.178,5 triliun. Ditambah realisasi subsidi 2024 (angka pastinya tunggu LKPP) sebesar Rp230,5 triliun, total subsidi energi sepanjang 2015-2024 tembus Rp 1.409 triliun. Lebih rendah dari zaman SBY. Sekarang kita tambahkan kompensasi yang dibayarkan Pemerintah kepada PLN (sejak 2018) dan Pertamina (sejak 2020). Kompensasi BBM sepanjang tahun 2020-2023 mencapai Rp 466 triliun. Kompensasi listrik selama tahun 2018-2023 tembus Rp 234 triliun. Jika ditambah dengan anggaran kompensasi 2024 sebesar Rp 219 triliun, jumlah total kompensasi energi mencapai Rp 919 triliun. Sekarang kita jumlah. Total subsidi dan kompensasi energi selama era Jokowi sama dengan Rp 2.327,6 triliun. Lebih besar dari SBY! [•]

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *