

SKK MIGAS & Kemenaker Tolak PHK Karyawan EMP MSSA
ENERGI October 5, 2017 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, situsenergy.com
Energi Mega Persada Malacca Strait SA (EMP MSSA) pada akhir September 2017 lalu melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) hampir sepertiga total pekerjanya, baik pekerja lapangan maupun di kantor pusat Jakarta.
Manuver ini dinilai sah dilakukan atas nama penyelamatan perusahaan, asal melalui proses PHK yang sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Tapi perusahaan justru melakukan PHK disaat pertemuan Bipartit masih berlangsung. Energi Mega Persada (EMP) tetap melakukan pelanggaran-pelanggaran atas hak normatif pekerja.
“Untuk itu, kami dari Serikat Pekerja Kondur Petroleum (SPKP) mengharapkan Presiden RI menindak tegas atas tidak ditaatinya aturan dan perundangan yang berlaku,” kata Heru Widodo, Ketua Umum SPKP kepada sejumlah media, di Jakarta, Selasa (3/10).
Menurut Heru, campur tangan Presiden beserta Kementerian dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKKMigas) mendesak dan perlu untuk melakukan penindakan tegas atas pelanggaran EMP MSSA pada proses pemutusan hubungan kerja (PHK) – Mutual Agreement Termination (MAT) pekerja yang dikemas dalam program rightsizing (“effisiensi”).
Surat permintaan bantuan penyelesaian dan perlindungan kerja serta hak-hak normatif pekerja sudah disampaikan ke Presiden RI Joko Widodo dengan tembusan kementerian terkait serta SKK Migas.
SPKP bersama wakil Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Minyak dan Gas Bumi Indonesia (KSPMI) juga telah meminta perhatian kepada Kementerian Ketenagakerjaan.
Mereka berharap fungsi pemerintah dan hubungan industrial dapat memberikan layanan dengan memberikan keputusan atas keluhan adanya pelanggaran-pelanggaran yang telah banyak dilakukan perusahaan sejak hampir 2 tahun lalu dan menolak PHK yang dilakukan oleh EMP MSSA dimana pertemuan Bipartit masih berlangsung.
“Serikat pekerja juga sudah berupaya menjaga aksi pekerja yang berpotensi menimbulkan kerugian pada perusahaan dan negara dengan mengedepankan komunikasi serta negoisasi sebagai upaya terbaik,” tandasnya.
Saat hearing dengan SKK Migas beberapa waktu lalu, SPKP meminta SKK Migas memfokuskan perhatian ke perusahaan terkait pelaksanaan PHK yang menyalahi aturan perundangan yang ada serta penyelesaian hak pekerja yang belum dibayar yang merupakan cost recovery.
Atas aturan yang dilanggar, Heru mengatakan, perusahaan tidak menghargai forum bipartit yang ada sebagai forum komunikasi resmi antara wakil pekerja dan perusahaan.
Perusahaan juga telah melakukan tindakan tidak patut atas permintaan penandatanganan Perjanjian Bersama (PB) pada 29 September 2017 dengan telah melampirkan antara lain: Pertama, Surat persetujuan permintaan pencairan atas jaminan hari tua dan Paklaring (12 September 2017); Kedua, Permintaan exit clearance:
Ketiga, Pemotongan hak cuti sepihak sampai 29 September 2017; Keempat, Tidak adanya jadwal kembali bekerja bagi pekerja lapangan, Kelima, Telah memberikan informasi “pasti PHK”, setuju atau tidak setuju tetap akan dilakukan terminasi (“PHK”) pada 29 September 2017. Perusahaan juga tidak memasukkan nama-nama pekerja yang disasar dalam proses PHK dalam ornigram baru meskipun belum ada keputusan PHK.
“Walaupun dalam PB terdapat kalimat ‘dalam keadaan sadar tanpa unsur paksaan dari pihak manapun’, dalam keputusan Penandatanganan PB tersebut pekerja tidak dalam posisi yang benar-benar bebas dalam mengambil keputusan terbaik berdasarkan kesepakatan pekerja dan perusahaan,” ujar Heru. (Fyan)
No comments so far.
Be first to leave comment below.