Sebanyak 142 Proyek EBT Mangkrak
ENERGI December 18, 2017 Editor SitusEnergi 0
Jakarta, situsenergy.com
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Minggu (17/12) merilis hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebutkan Sekitar 142 proyek energi baru dan terbarukan (EBT) dibawah pengawasan Kementerian ESDM, mangkrak.
Wakil Ketua Umum BPP Hipmi, Yaser Palito, mengatakan, proyek EBT tersebut terbengkalai sebagai dampak dari inkonsisten regulasi yang selama ini kerap berubah. “Ini dampak dari inkonsistensi regulasi yang ESDM tidak mau perbaiki,” kata Yaser Palito.
Menurutnya, 142 proyek EBT tersebut dapat dicegah dari mangkrak bila regulasi investasi EBT cukup mendukung. Sehingga mendorong pengerjaan proyek EBT tersebut dikerjakan secara profesional.
“Proyek-proyek ini ‘kan jadi asal-asalan, sebab nantinya setelah diserahkan kepada pemerintah daerah. Lalu Pemda cari mitra swasta. Tapi tidak ada swasta yang mau sebab harga listrik tidak menarik. Sementara, biaya investasi dan pemeliharaannya besar,” tandas Yaser.
Yaser menambahkan, pada saat kesepakatan harga EBT dibuat pada 2009, harga EBT begitu menarik bagi swasta. Namun, belakangan, berbagai revisi terhadap kesepaktan harga EDT membuat peminat EBT menurun.
Kebijakan ESDM akhir-akhir ini, kata Yaser, membuat perbankan dalam negeri sulit memberikan pinjaman kepada pengusaha karena sudah dipatok dengan tarif tetap dan rendah.
”Pemda juga kesulitan mencari mitra. Tidak ada mitra yang berminat dengan tariff segitu. Dengan tarif flat 85% dari Biaya Pokok Penyediaan (BPP), mana ada swasta yang mau jadi mitra, biarpun bareng Pemda,” kata Yaser.
Disebutkannya, tarif EBT tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 tahun 2017. Misalnya Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB)/Angin, tarif listriknya ditentukan berdasarkan BPP setempat. Apabila BPP pembangkit setempat di atas rata-rata BPP pembangkit nasional, maka harga pembelian tenaga listrik dari PLTB paling tinggi 85% dari BPP setempat. Namun jika BPP setempat sama atau di bawah rata-rata BPP nasional, maka harga pembelian tenaga listrik dari PLTB ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
Yaser mengatakan, dengan tarif semacam saat ini, pengusaha tidak punya waktu untuk mengembalikan modalnya. Makanya, pengusaha tidak punya minat mengambil proyek-proyek EBT yang sudah dibangun pemerintah, sebab biaya investasi mahal sedangkan pendapatan sangat rendah.
“Belum lagi proyek-proyek ini asal-asalan. Kita kalau ambil, harus ada ekstra capital untuk perbaiki mesin, bendungan, dan infrastruktur pembangkit, ditambah lagi biaya pemeliharaan,” papar dia.
Oleh karena itu, Yaser pesimis target bauran energi dari EBT minimal 23 persen 2025, tidak akan tercapai. “Kalau dengan kondisi regulasi seperti saat ini, sudahlah, target pasti akan meleset,” pungkasnya. (mul)
No comments so far.
Be first to leave comment below.