Logo SitusEnergi
Salis Aprilian, Praktisi Migas: SHU Pertamina Perlu lakukan Evaluasi Aset Salis Aprilian, Praktisi Migas: SHU Pertamina Perlu lakukan Evaluasi Aset
Jakarta, Situsenergi.com Praktisi Migas, Salis S Aprilian PhD mengatakan, Subholding Upstream (SHU) Pertamina perlu melakukan evaluasi aset yang dimiliki berdasarkan tingkat produksi, cadangan dan... Salis Aprilian, Praktisi Migas: SHU Pertamina Perlu lakukan Evaluasi Aset

Jakarta, Situsenergi.com

Praktisi Migas, Salis S Aprilian PhD mengatakan, Subholding Upstream (SHU) Pertamina perlu melakukan evaluasi aset yang dimiliki berdasarkan tingkat produksi, cadangan dan risiko yang ada. Hal ini perlu dilakukan untuk memilah mana yang bisa dikerjakan sendiri, atau dikerjakan bersama dengan perusahaan minyak berpengalaman, memiliki teknologi dan bermodal.

“Ada baiknya SHU Pertamina melakukan evaluasi aset yang dimilikinya berdasarkan tingkat produksi, cadangan dan risiko yang ada padanya. Lalu dipilah mana yang akan dikerjakan sendiri, atau dikerjakan bersama dengan perusahaan minyak berpengalaman,” kata Salis saat dihubungi Situsenergi.com, Selasa (14/9/2021).

“Atau bisa juga dikerjakan bersama Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau bahkan dikembalikan ke Pemerintah (relinquish) untuk dikelola oleh perusahaan lain,” tambah Salis.

Lebih jauh ia mengatakan, bahwa Pertamina juga bisa membuka kesempatan investor dari luar negeri masuk dalam kerangka kerjasama yang mengijinkan menajemen operasi bersama (joint operation body/JOB) dalam mengelola suatu lapangan migas. Bukan saja modal participating interest (saham).

“Tapi jika ingin melakukan langkah ini, Pertamina harus memiliki tim yang solid, dapat dipercaya, professional, independent, dan transparan, yang mampu memilih mitra kerja yang benar-benar memiliki kemampuan dan kinerja bagus untuk bersama-sama menggarap lapangan minyak yang masih potensial,” paparnya.

Menurut mantan Direktur Utama di sejumlah anak usaha Pertamina ini, jika ada perusahaan multinasional yang berminat, mungkin dapat dilakukan negosiasi agar bisa melakukan “swap” (tukar-guling) antar aset yang peroduktif dengan risiko yang sepadan yang mereka miliki di luar Indonesia.

“Hal ini akan menambah exposure Pertamina dan menambah cadangan migas di luar negeri,” ucapnya.

Selain itu, kata dia, dengan banyaknya aset (lapangan) yang dimiliki, SHU Pertamina juga harus mulai meng-instal teknologi terkini (Artificial Intelligence – AI) di setiap lapangan dalam memonitor dan mengoptimalkan produksi yang ada.

“Jadi tidak hanya berfokus pada kenaikan produksi, tetapi juga dengan biaya yang efektif dan efisien,” pungkasnya.

Sementara pasca restrukturisasi holding-subholding Pertamina di tahun 2020, Subholding Upstream yang mengelola seluruh wilayah kerja hulu Pertamina terus melakukan berbagai inovasi untuk memberikan optimasi biaya operasi guna menjaga keberlanjutan operasi dan kemampuan berinvestasi.

BACA JUGA   Ketahanan, Swasembada, dan Kemandirian Energi?

Melalui townhall meeting Subholding Upstream secara virtual, manajemen mengemukakan keseluruhan kinerja Subholding Upstream pada semester 1 dan upaya serta capaian optimasi di Subholding Upstream (6/9).

Aktivitas optimisasi biaya ini disebut dengan OPTIMUS atau Optimization Upstream dan dikelola oleh tim lintas fungsi di lingkungan Subholding Upstream baik dari Subholding, Regional dan Zona guna melakukan dan merumuskan kegiatan-kegaitan terkait optimasi biaya.

Capaian optimasi ABO (Anggaran Biaya Operasi) yang terealisasi hingga akhir bulan Juni 2021 melalui OPTIMUS sudah mencapai USD 349 juta atau 112% dari target tahunan yang ditetapkan.

Henricus Herwin, VP D&P Technical Excellence & Coordination sebagai Project Manager dari Tim Cost Optimization menjelaskan tujuan OPTIMUS adalah untuk membangun budaya optimasi biaya dalam etos kerja dan mempertahankan operasi perusahaan secara berkelanjutan dengan biaya efektif dan efisien.

Menurutnya, OPTIMUS juga menyasar optimasi biaya untuk aktifitas pengembangan yang memungkinkan perusahaan untuk dapat terus mengembangkan sumber daya dan produksi secara lebih aggresif dan berkelanjutan.

‘’OPTIMUS dilakukan dengan menggunakan 7 pilar, yaitu peningkatan akurasi budget, inovasi teknis dan standarisasi desain, perubahan filosofi kerja, optimisasi operasional, optimisasi supply-chain, kerja sama antar perusahaan dan renegosiasi kontrak, serta organisasi yang adaptif,” katanya.

“Tujuh pilar ini sangat mungkin dijalankan dengan adanya regionalisasi dan operasi tanpa batas (Borderless Operation) serta pemanfaatan fasilitas bersama dan juga didukung dengan digitalisasi,’’ tambah Henricus.

Capaian target optimasi biaya tahun 2021 di Subholding Upstream diperoleh dari berbagai kegiatan berdasarkan 7 pilar optimasi biaya tersebut. Salah satunya adalah melalui penerapan DRUPS atau Diesel Rotary Uninterruptible Power Supply dengan sumber power supply dari layanan PLN Super Ultima-2 Power Plant di Pertamina EP (PEP) Tanjung Field yang masuk dalam pengelolaan Regional Kalimantan .

“Penerapan teknologi DRUPS ini sangat berdampak baik pada peningkatan power quality-reliability menjadi diatas 99% serta dapat mengurangi beban biaya produksi lebih dari 45%. Sebelumnya, biaya produksi PEP Tanjung Field cukup tinggi dan sebagian besar untuk penggunaan BBM dan pelumas pada power supply sehingga perlu adanya alternative power supply yang lebih ekonomis namun tetap reliable,” papar Henricus.

“Selain dari biaya produksi dan reliability, penerapan DRUPS ini juga sebagai bentuk sinergi BUMN dan dapat berpotensi untuk menurunkan sampai dengan 35 juta ton CO2eq emisi gas rumah kaca serta penurunan limbah B3,” lanjutnya.(SL)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *