


Jakarta, Situsenergi.com
Program hilirisasi dan diversifikasi produk sawit nasional diklaim sudah berjalan dengan cukup baik. Hal itu ditandai dengan persentase produk hilir sawit yang semakin besar. Jika pada tahun 2006, ekspor hulu sawit masih sekitar 60-70 ersen, saat ini ekspor produk hilir justru mencapai 60-70 persen dan produk hulu hanya sekitar 30 – 40 persen.
Deputi II Bidang Pangan dan Agribisnis, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Musdhalifah Machmud menegaskan ekspor produk hilir sawit Indonesia sudah jauh lebih besar dari produk hulu. Dengan semakin besarnya pangsa pasar produk hilir sawit (produk turunan sawit), maka peluang investasinya juga semakin besar.
“Kita mendorong supaya investasi bukan hanya di hulu tetapi juga di hilir. Ini kan untuk menjaga daya saing produk kita. Kita harus perluas diversifikasi sawit sebagai bahan industri seperti farmasi, pangan, juga untuk keperluan sehari-hari seperti sabun, lilin, makanan juga pakai kelapa sawit,” ungkap Musdhalifah dalam keterangannya, Senin (31/5/2021).
Terkait besarnya potensi komoditas sawit, pemerintah tengah berupaya mengubah posisi Indonesia dari Raja CPO menjadi Raja Hilir Sawit pada 2045 mendatang. Sejak beberapa tahun terakhir pemerintah telah menggelar berbagai kebijakan dalam rangka mendorong percepatan hilirisasi industri sawit nasional, diantaranya kebijakan insentif pajak, pengembangan kawasan industri integrasi industri hilir sawit dengan fasilitas/ jasa pelabuhan, kebijakan bea keluar dan pungutan ekspor, serta kebijakan mandatori biodiesel untuk substitusi solar impor.
Salah satu produk turunan yang cukup diperhitungkan yakni oleochemical (oleokimia). Menurut Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin), kapasitas produksi industri oleokimia berbasis sawit RI merupakan yang terbesar di dunia dengan kapasitas produksi mencapai 23,3 juta ton per tahun.
“Sebanyak 12 juta ton untuk produksi fatty acid methyl ester (FAME) atau yang dikenal saat ini sebagai biodiesel, dan sisanya berupa produk lain seperti methyl ester, glycerin, dan soap noodle,” pungkas dia.
Sementara Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Kementerian Perdagangan, Kasan Muhri mengungkapkan sawit kini memainkan peran penting dalam neraca dagang sebagai komoditas non migas. Beruntungnya, kata Kasan, kontribusi ekspor tersebut memiliki kesinambungan karena diversifikasi produk turunan.
“Dalam beberapa kesempatan [kami] sampaikan, minyak sawit dan turunannya itu salah satu kontributor terbesar terhadap ekspor khususnya non migas. Sekarang syukurnya 70 persen lebih produk turunan yang diekspor,” kata dia. (DIN)
No comments so far.
Be first to leave comment below.