Logo SitusEnergi
Permen ESDM Soal Panel Surya Atap Selayaknya Percepat Target 6,4 Gigawatt Permen ESDM Soal Panel Surya Atap Selayaknya Percepat Target 6,4 Gigawatt
Jakarta, Situsenergy.com Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan segera mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) mengenai Panel Surya Atap (solar rooftop). Pemberitaan ini disampaikan... Permen ESDM Soal Panel Surya Atap Selayaknya Percepat Target 6,4 Gigawatt

Jakarta, Situsenergy.com

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan segera mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) mengenai Panel Surya Atap (solar rooftop). Pemberitaan ini disampaikan melalui situs Kementerian ESDM Rabu (1/8).

Menurut keterangan Direktur Jenderal Energi Baru dan Terbarukan dan Konservasi Energi Rida Mulyana Rapermen ESDM ini akan segera ditandatangani oleh Menteri ESDM Ignatius Jonan dan memuat sejumlah aturan penting, diantaranya tentang: Pertama, golongan pelanggan

PLN yang diperbolehkan menggunakan panel surya atap adalah golongan rumah tangga, lembaga pemerintah dan lembaga sosial, sedangkan golongan industri tidak diperbolehkan.

Kedua, kapasitas yang dihasilkan dari panel surya atap tidak lebih dari 90% daya listrik yang mengalir dari PLN; dan Ketiga, perhitungan jumlah transaksi listrik yang dijual ke pembangkit PLN mengacu kepada Tarif Dasar Listrik dan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Nasional.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menghargai upaya pemerintah untuk menyiapkan Rapermen listrik surya atap. Namun pemerintah seharusnya juga lebih menghargai inisiatif yang tumbuh di masyarakat untuk menggunakan listrik surya atap, sebagai sumber energi yang bersih, mandiri dan tanpa dukungan pendanaan dari pemerintah.

BACA JUGA   FSPPB Tuding, Isu Avtur Pertamina Mahal Dihembuskan Agar Swasta Masuk Di Bisnis Penyediaan BBM Pesawat

Dia menilai ada sejumlah aturan dalam Rapermen Listrik Surya Atap tampaknya belum mencerminkan semangat untuk percepatan (akselerasi) pencapaian target bauran energi terbarukan sebesar 45 Gigawatt (GW) di tahun 2025, dimana 6,5 GW diantaranya berasal dari kapasitas listrik surya atap seperti yang diamanatkan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) Kementerian ESDM sendiri, sejak September 2017 bersama dengan IESR, AESI, PPLSA, Kementerian Perindustrian dan sejumlah pihak lainnya telah menginisiasi sebuah gerakan bernama Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap (GNSSA) yang tujuannya adalah mendorong pemanfaatan teknologi surya atap sehingga dapat mencapai kapasitas terpasang 1 Gigawatt (GW) pertama tahun 2020.

“Rapermen Listrik Surya Atap ini seharunya bisa menghargai inisiatif yang baru tumbuh ini  dan bukan malah menghambatnya dengan berbagai aturan yang membatasi. Setidaknya ada empat aturan dalam Rapermen ini yang perlu disegera diperbaiki.” tegasnya pada media, Jumat (10/8) di Jakarta.

Pertama, kapasitas yang dihasilkan dari listrik surya. Aturan ini seharusnya tidak perlu membatasi kapasitas produksi, namun batasannya bisa dilakukan pada inverter yang digunakan dalam melakukan transfer daya dengan PLN.

BACA JUGA   Tambang Emas Martabe Sosialisasikan Praktik K3 kepada Pelajar 

Kedua, jumlah nilai transaksi listrik. Aturan yang selama ini digunakan mengacu pada Peraturan Direksi PT PLN No.0733.K/DIR/2013 menggunakan net-metering dengan tarif 1:1. Dengan aturan ini pelanggan mendapatkan harga yang adil karena tarif yang dijual ke jaringan PLN sama dengan tarif yang dibeli dari jaringan PLN.

Namun dalam Rapermen ini justru menggunakan formula Tarif Dasar Listrik dan Biaya Pokok Produksi (BPP) Nasional yang menyebabkan tarif listrik surya atap menjadi lebih rendah. Dengan tarif yang rendah ini, menurut Fabby, akan menyebabkan harga keekonomian listrik surya menjadi tidak menarik. Karena selisih nilai harga yang diterima pelanggan menjadi lebih rendah maka masa pengembalian (payback) dari investasinya menjadi lebih panjang.

Ketiga, izin persetujuan dari PLN untuk pemasangan. Rapermen ini seharusnya memberi kemudahan bagi para pelanggan PLN untuk memasang perangkat listrik surya atap, tanpa perlu menghadangnya dengan berbagai bentuk perizinan lainnya. Pelanggan listrik cukup diminta untuk melaporkan kepada PLN tapi bukan untuk meminta persetujuan izin, serta ada ketentuan yang jelas berapa lama pelanggan akan mendapatkan kWh meter EXIM.

BACA JUGA   Mudik Dimulai, Minat Masyarakat Terhadap Pertamax Meningkat

Keempat, Sertifikat Laik Operasi (SLO) Listrik Surya Atap yang disamakan dengan pembangkit listrik yang lebih besar. Listrik surya atap adalah jenis pembangkit listrik yang tidak bergerak, tidak menimbulkan bunyi, tidak mengeluarkan emisi dan tegangannya rendah. Oleh karena itu, sangat tidak layak jika menyamakan instalasi listrik surya atap dengan jenis pembangkit listrik yang besar. Untuk mengaturnya, pemerintah seharusnya bisa menggunakan ketentuan kelaikan yang digunakan dalam Permen ESDM No. 27/2017 pada pasal 20 sebagai instalasi tenaga listrik dengan tegangan rendah. (Fyan)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *