Pansus Dibentuk untuk Perbaiki Tata Kelola Migas
ENERGI November 23, 2017 Editor SitusEnergi 0
Jakarta, situsenergy.com
Usulan pembentukan Pansus Energi harusnya ditujukan untuk memperbaiki regulasi terkait tata kelola migas.
“Pansus ini ditujukan kepada Pemerintah. Melalui Pansus, DPR bisa bertanya kepada Kementerian ESDM mengenai langkah-langkah perbaikan tata kelola migas. Dengan demikian, pemerintah tetap bisa menyediakan program yang berpihak kepada masyarakat, namun di sisi lain tidak menyebabkan BUMN merugi,” kata Koordinator IEW Adnan Rarasina, di Jakarta, Rabu (22/11).
Menurut Adnan, berbagai kebijakan pemerintah menyebabkan buruknya tata kelola migas. Dia ambil contoh program BBM Satu Harga yang menurut dia tidak memiliki landasan hukum. Tanpa payung hukum, lanjut Adnan, ternyata pemerintah memberi penugasan yang sangat membebankan BUMN itu. Bahkan, karena itu pula, Pertamina harus menanggung potensial kerugian hingga Rp19 triliun.
“Makanya, Pansus ini sangat penting, agar Pertamina tidak kembali menjadi korban. Dengan Pansus, DPR bisa mendesak pemerintah untuk menerbitkan payung hukum BBM Satu harga, termasuk solusi agar Pertamina tidak rugi,” lanjutnya.
Karenanya, menurut dia, usulan pembentukan Pansus Pertamina adalah salah sasaran. Sebab yang terjadi saat ini, Pertamina hanya menjalankan kebijakan pemerintah. Pemerintah memberi penugasan tanpa dibarengi solusi, sehingga terkesan membiarkan Pertamina merugi,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara sependapat bahwa Pansus memang ditujukan kepada pemerintah. Dan Pansus tersebut, memang sebaiknya ditujukan untuk perbaikan tata kelola migas.
Menurut Marwan, selama ini terdapat inkonsistensi antara kebijakan dan pelaksanaan peraturan yang dibuat oleh pemerintah sendiri. Dan imbas dari inkonsistensi itu, antara lain kerugian yang dialami Pertamina.
Marwan mencontohkan formula penetapan harga BBM melalui Perpres 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM. Sesuai peraturan tersebut, kata Marwan, variabel utama yang berubah adalah harga minyak dunia dan nilai tukar. Selain itu, juga terdapat komponen biaya lain, seperti pengangkutan, biaya pengilangan, PBBKB, dan juga marjin untuk badan usaha dan juga marjin untuk SPBU.
Nyatanya, kata Marwan, saat ini terdapat beberapa komponen biaya yang tidak konsisten diterapkan. Misalnya marjin dan juga biaya pengangkutan. Belum lagi, terkait kenaikan harga minyak dunia dan juga nilai tukar rupiah. “Saya bukan mendorong harga BBM naik. Saya bicara tentang konsistensi. Kalau tidak mau harga naik, negara harus bertanggung jawab melalui subsidi. Jangan mengorbankan BUMN. Karena BUMN kita perlukan untuk menjamin ketahanan energi,” tegasnya.
Tidak hanya harga BBM yang menyebabkan Pertamina merugi. Marwan juga menyebut, adanya penugasan yang tidak dibarengi dengan pemberikan subsidi seperti BBM Satu Harga. Program tersebut, menurut Marwan sangat membebani Pertamina. Jangankan membuat untung, balik modal saja tidak.
Untuk itu, imbuhnya, pemerintah memang sebaiknya menjadikan program ini secara resmi, misalnya melalui Surat Keputusan Presiden Joko Widodo. Dengan adanya mekanisme legal semacam itu, program tersebut bisa dianggarkan melalui APBN. “Namun kalau hanya melalui perintah lisan, Pertamina bisa menjadi korban lagi,” jelas Marwan. (ert)
No comments so far.
Be first to leave comment below.