Logo SitusEnergi
Pajak Karbon Bentuk Disinsentif Bagi Industri Pajak Karbon Bentuk Disinsentif Bagi Industri
Jakarta, Situsenergi.com Rencana pemerintah mengenakan pajak karbon bagi industri menjadi disinsentif. Kebijakan ini nantinya akan dimulai diberlakukan untuk industri pembangkit listrik tenaga uap (PLTU)... Pajak Karbon Bentuk Disinsentif Bagi Industri

Jakarta, Situsenergi.com

Rencana pemerintah mengenakan pajak karbon bagi industri menjadi disinsentif. Kebijakan ini nantinya akan dimulai diberlakukan untuk industri pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang disebut-sebut menimbulkan polusi yang tinggi berupa karbon sisa pembakaran.

Rencananya kebijakan carbon tax tersebut akan mulai diberlakukan 1 April 2022 setelah payung hukumnya berupa UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) disahkan pada 7 Oktober 2021 kemarin.

Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, mengatakan bahwa kebijakan itu menjadi kabar buruk bagi industri. Menurutnya beban industri akan bertambah di tengah situasi perekonomian yang belum sepenuhnya pulih akibat pandemi. Pada akhirnya beban industri akan ditransmisikan kepada masyarakat sebagai konsumen.

“Saya kira kebijakan ini akan memberatkan bagi industri karena akan memberikan beban tambahan bagi kalangan industri. Kekhawatiran saya dengan adanya penambahan beban ini maka berdampak terhadap kenaikan harga dan jatuhnya akan memberatkan bagi masyarakat juga,” kata Mamit saat dihubungi Situsenergi, Rabu (13/10/2021).

Lebih lanjut, beban pajak tambahan ini juga akan menyasar pada perusahaan penyedia listrik, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN. Pasalnya kick off kebijakan akan berlaku bagi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Padahal mayoritas pembangkit listrik yang digunakan untuk suplai listrik nasional berasal dari PLTU yang kemudian dikelola oleh PLN.

BACA JUGA   PLN Diminta Tinggalkan Penggunaan PLTD Agar Lebih Efisien

Dia juga menyatakankebijakan ini juga akan berpengaruh pada industri hulu migas. Akibatnya perusahaan penghasil migas terpaksa harus menambah equipment sehingga capex dan opex akan naik juga.

“Untuk industri energi seperti PLN akan menjadi beban karena IPP akan menagihkan pajak karbon tersebut ke PLN. Pilihan bagi PLN ya jika tidak menaikan TDL (tarif dasar listrik) maka akan minta kompensasi ke pemerintah terkait biaya ini. Begitu juga bagi hulu migas,” pungkas dia.

Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Kacaribu, mengatakan dampak perubahan iklim telah menjadi tantangan global yang perlu ditangani secara bersama. Indonesia meratifikasi Paris Agreement yang di dalamnya terdapat komitmen Nationally Determined Contribution (NDC) pada tahun 2016.

Dari itu pemerintah menjadikan penanganan perubahan iklim sebagai salah satu agenda prioritas nasional dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan 2020-2024 sehingga dilahirkan UU terkait pajak karbon. Indonesia juga menjadi negara penggerak pertama menerapkan regulasi pajak karbon.

“Indonesia menjadi penggerak pertama pajak karbon di dunia terutama dari negara kekuatan ekonomi baru (emerging). Ini bukti konsistensi komitmen Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan ekonomi yang kuat, berkeadilan, dan berkelanjutan,” kata Febrio. (DIN/RIF)

BACA JUGA   Repsol Norge Menghadiahkan Kontrak P & A Empat Tahun ke Archer

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *