Logo SitusEnergi
Konflik Rusia dan Ukraina Lebih dari 2 Tahun, Sektor Energi RI Terdampak Ga Sih? Konflik Rusia dan Ukraina Lebih dari 2 Tahun, Sektor Energi RI Terdampak Ga Sih?
Jakarta, situsenergi.com Perang Rusia dengan Ukraina yang sudah berlangsung lebih dari 2 tahun serta memanasnya timur tengah tentunya membawa dampak tersendiri untuk Indonesia, salah... Konflik Rusia dan Ukraina Lebih dari 2 Tahun, Sektor Energi RI Terdampak Ga Sih?

Jakarta, situsenergi.com

Perang Rusia dengan Ukraina yang sudah berlangsung lebih dari 2 tahun serta memanasnya timur tengah tentunya membawa dampak tersendiri untuk Indonesia, salah satu sektor energi.

“Indonesia itu posisinya agak unik, kita selain sebagai produsen energi fosil, tapi dalam sisi yang lain kita juga importir. Kita impor minyak mentah, kita impor juga BBM khususnya bensin. Kalau kita impor, pasti harganya internasional. Tapi di sisi yang lain kita juga ekspor gas. Sekitar 32% gas kita diekspor kemudian kita juga menjadi produsen dari mineral dan batubara yang besar,” ujar Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dalam pernyataannya Rabu (07/08/2024)

Konflik global, lanjut Dadan, tentu mempengaruhi kedua sisi sebagai eksportir dan importir. Misalnya, meningkatnya Harga crude akibat konflik akan membawa dampak negatif untuk Indonesia. Namun di sisi lain Indonesia juga merupakan eksportir crude yang menikmati kenaikan harga akibat konflik.

“Kalau harga minyak kita naiknya 1 dolar per barel, itu menambah pendapatan negara Rp3,3 triliun. Tapi di sisi lain karena kita impor baik minyak mentah maupun BBM, belanja negara bakal melonjak menjadi Rp9,2 triliun. Sehingga kalau naik itu sebetulnya lebih banyak pengaruhnya untuk crude karena terjadi defisit Rp5 sampai 6 triliun untuk kenaikan 1 dolar per barel,” lanjut Dadan.

Salah satu konsumen terbesar BBM adalah pembangkit listrik, namun demikian dampak yang ditimbulkan tidak terlalu besar karena pembangkit listrik yang beroperasi di Indonesia 66% berbahan baku batubara (PLTU) yang dilindungi dengan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dengan patokan harga tertinggi USD70 per ton.

“Alhamdulillah untuk listrik tidak terlalu berdampak karena kita punya kebijakan yang sangat baik. Basisnya sekarang 66% itu dari batubara. Sementara batubaranya kan sudah di-cap harganya maksimum di angka USD70 sehingga tidak akan pernah lewat dari situ sehingga bisa dijaga dari sisi volatilitas harga batubara internasional,” ungkap Dadan.

Sebaliknya, ekspor batubara yang dilakukan Indonesia telah membawa keuntungan besar bagi Indonesia karena harga ekspor mengikuti harga pasar internasional yang membawa peningkatan penerimaan negara.

BACA JUGA   Hadapi Cuaca Ekstrem, PLN Jamin Listrik Stabil Selama Lebaran

Karena itu, Dadan menilai konflik global yang terjadi seyogyanya dilihat dari dua sisi.

“Saya kira ini sesuatu yang bukan dilihat apakah ini bagus apa jelek gitu. Memang ada trade off-nya di situ karena kita tidak murni sebagai importir. Kita juga tidak 100% sebagai produsen, jadi harga internasional ini mempengaruhi,” kata Dadan.(SA/SL)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *