Logo SitusEnergi
IRESS: Pemerintah Kurang Tepat Siasati Pelemahan Harga Jual Migas IRESS: Pemerintah Kurang Tepat Siasati Pelemahan Harga Jual Migas
Jakarta, situsenergy.com Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan, pemerintah kurang tepat dalam menyiasati fenomena pelemahan harga jual minyak dan gas (Migas)... IRESS: Pemerintah Kurang Tepat Siasati Pelemahan Harga Jual Migas

Jakarta, situsenergy.com

Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan, pemerintah kurang tepat dalam menyiasati fenomena pelemahan harga jual minyak dan gas (Migas) yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir.

Hal ini disamapaikan Marwan disela menghadiri HUT Serikat Pekerja PT PLN (Persero) di Jakarta, Jumat pekan lalu.

“Memang secara natural harga akan kembali mahal karena tidak ada orang melakukan eksplorasi. Tapi begitu naik karena kita selama ini tidak membangun di dalam, maka akan membawa dampak dan BUMN (Pertamina) makin parah menanggung devisa untuk subsidi. Atau kalau harga dinaikkan maka rakyat jadi korban,” papar dia

Selain hulu migas, mantan anggota DPD asal DKI Jakarta ini mengatakan bahwa hal itu juga menjadi sorotan atas kinerja pemerintah bidang migas yang didasarkan pada tidak adanya asas keadilan (fairness) dalam penetapan harga jual komoditas migas.

Seperti diketahui baru-baru ini Kementerian ESDM meneken surat bernomor 5882/12/MEM.M/2017 tentang penetapan harga jual gas bumi dari ConocoPhillips (COPI) Grissik ke PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk untuk wilayah Batam.

BACA JUGA   SPLU Hadir, Petani Makin Produktif dan Go Green

Dalam surat yang diteken pada 31 Juli 2017, COPI diperbolehkan untuk menaikkan harga jual gas dengan volume 27,27-50 BBTUD dari US$ 2,6 per MMBTU menjadi US$ 3,5 per MMBTU.

Di sisi lain, PGN harus menerima keputusan dan tidak diperkenankan mengerek harga jualnya ke konsumen sesuai isi surat tersebut.

Memang dengan kenaikan harga pendapatan negara meningkat, tapi asingnya mendapat durian runtuh. Padahal PGN membangun jaringan transmisi dan jaringan distribusi dengan uangnya sendiri. “Kalau gini dari mana dia dapat uang dan bagaimana dia mengembangkan jaringan gas ke depan?” tegas Marwan.

Sementara SP PLN menegaskan, saat ini energi yang dimiliki Indonesia belum berdaulat untuk kepentingan rakyat. Pasalanya, energi murah yang dimilikinya malah diekspor dan digunakan oleh negara asing. Padahal kekayaan sumber daya alam yang dimiliknya bisa dioptimalkan untuk membangun bangsa dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Energi murah juga bisa menarik investasi dan mendorong ekonomi kerakyatan.

Ketua Umum SP PLN Jumadis Abda yang ditemui pada acara yang sama mengatakan, bahwa saat ini kondisinya paradoks. “Kita masih kritis energi tapi energi murah kita dijual ke negara asing yang tidak punya sumber energi. Ini yang menjadi kekhawatiran kita bersama,” tegasnya.

BACA JUGA   Turnkey Project Bikin TKDN Hulu Migas Tak Optimal

Menurut dia, agar energi murah dan bersih bisa dirasakan rakyat maka harusnya pemerintah lebih memanfaatkan dan mengoptimalkan untuk kebutuhan di dalam negeri terlebih dahulu. “Jangan ekspor energi murah ke negara lain yang tidak memiliki sumber energi. Karena hingga saat ini Indonesia masih butuh energi murah seperti untuk pembangkit listrik. Apalagi pemanfaatan energi murah untuk listrik baru digunakan  25 persen,” tukasnya.

“Padahal negara tetangga seperti Malaysia sudah memanfaatkan energi murah sebanyak 50 persen, Thailand 70 persen. Sedangjan Singapura yang tidak punya sumber energi justru sludah memanfaatkan hingga 95 persen yang  gas alamnya didapat dari Indonesia dengan harga murah,” jelasnya

Selain untuk pemanfaatan listrik, ujar Jumadis, energi murah juga bisa dimanfaatkan untuk gas rumah tangga. Karena hingga saat ini Indonesia selalu ekspor gas rumah tangga yang setiap tahun subsidinya mencapai Rp 40 triliun. Jika energi murah dimanfaatkan untuk gas rumah tangga maka pemerintah tidak perlu subdisi sehingga Rp40 triliun. Selain itu energi murah juga bisa dimanfaatkan untuk pendukung transportasi karena BBM untuk transportasi selalu diimport dari negara lain. “Kenapa kita tidak tiru seperti Pakistan yang bisa bangun SPBG. Sehingga bisa membuat lebih murah biaya transportasinya. Tapi gas alam murah kita malah dijual ke luar negeri,” pungkasnya.(adi)

BACA JUGA   PLN Raih 3 Penghargaan di Ajang BUMN Marketeers Award 2020

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *