Gagal Fokus Soal BBM Subsidi
ENERGIOPINI March 11, 2018 Editor SitusEnergi 0
Jakarta,situsenergy.com
Kita, Petinggi, Pejabat Pemerintah , Politisi dan elit masyarakat negeri ini , nyaris larut hanya terkait persoalan BBM Premium, demikian dikatakan Sofyano Zakaria , Pengamat Kebijakan Energi.
Sofyano melanjutkan: “Premium yang sudah tidak disubsidi Pemerintah (PerPres 191/2014) selalu jadi fokus pemikiran, Pembicaraan dan Sorotan kita.Premium secara tegas dan jelas sudah tidak disubsidi Pemerintah dan harganya sudah di “vonis” wajib dijual oleh Pertamina untuk wilayah Luar Jawa dan Bali sebesar Rp.6.550/liter dan kita nyaris hanya fokus dan larut dengan pro dan kontra tentang Premium saja”.
Anehnya , bahkan pejabat petinggi yang terkait dengan migas dinegeri inipun, terkesan hanya fokus kepada persoalan premium, lanjut Sofyano Zakaria.
“BBM Solar yang jelas dan tegas dinyatakan sebagai BBM yang masih disubsidi Pemerintah nyaris tidak disorot dan tidak dipermasalahkan” lanjut Pria yang putra asli kalimantan Barat ini.
Padahal , lanjut direktur Pusat Studi Kebijakan Publik, Puskepi ini, realisasi penggunaan solar jauh lebih tinggi dari realisasi penggunaan Premium.
Sebagaimana diketahui, bahwa realisasi penggunaa bbm Solar tahun 2015 adalah sebanyak 13,7 juta Kilo liter, sementara Premium sebesar 12,25juta KL.
Realisasi solar untuk tahun 2016 sebanyak 13,6juta KL sedang premium hanya sebanyak 10,56juta KL.
Di Tahun 2017, realisasi penggunaan Solar malah meningkat lagi yakni menjadi sebesar 14,33 Juta KL sementara bbm realisasi penggunaan solar hanya sebanyak 7,4 juta KL.
Yang sangat menarik terkait bbm solar ini, nyaris hanya sedikit orang yang tahu,bahwa berdasarkan Perpres 191/2014 , bbm solar hanya disubsidi secara tetap sebesar Rp.500/liter dan itu sudah masuk dalam komponen subsidi dalam harga solar yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp.5.150/liter tambah Sofyano.
“Padahal jika dibanding dengan harga formula untuk solar yang ditetapkan pemerintah pula, terdapat selisih harga rata rata dengan harga solar subsidi pada tahun 2017 adalah sebesar Rp.1.200/liter. Padahal harga formula versi Pemerintah , masih berada jauh dibawah harga solar ke ekononomian yang merupakan bisnis dan ditetapkan oleh sekitar 200 badan usaha niaga umum swasta yang berjualan solar non subsidi di negeri ini, ungkap Sofyano.
“Menurut perhitungan saya, untuk tahun 2018 ini dengan melambung naiknya harga minyak internasional, setidaknya selisih antara harga solar subsidi dengan dengan harga solar keekonomian ada pada kisaran Rp.2.700an/liter. Jadi beban Pertamina sebagai badan usaha yang ditunjuk melaksanakan PSO bbm Solar akan semakin berat. Jika tidak ada upaya pemerintah mengatasi hal ini maka pertamina bisa “strooke” lumpuh separuh tubuhnya. Memang tidak mati sih” ujar Sofyano sambil tersenyum.
Sofyano sangat menyesalkan mengapa kita gagal fokus terhadap masalah solar ini.
Konsumsi bbm solar terus meningkat otomatis subsidi yang terpaksa di tanggung pertamina , semakin membebaninya. Padahal solar digunakan untuk hal yg produktif dan dipergunakan sebagai alat bisnis para pengusaha. Pantaskah Pertamina mensubsidi pengusaha?” Tegas Sofyano dengan nada agak tinggi.
Penggunaan solar yang terus meningkat akan menjadi persoalan besar dan menjadi beban berat bagi pemerintah dan negara ini.
Sudah saatnya Pejabat, Petinggi Pemerintah dan pihak DPRRI mengkaji hal ini secara serius.
“Jika Premium selalu jadi sorotan pengamat dan politisi, mengapa tidak terhadap solar. Ada apa?” Tanya Sofyano.
Sofyano dengan penuh harap memberi pendapat bahaa Sudah saatnya peruntukan subsidi bbm dikaji ulang.
Subsidi bbm harus tepat sasaran.
Solar subsidi harusnya diuntukan bagi angkutan umum orang dan barang yang terseleksi atau paling tidak diberikan kepada angkutan umum orang dan barang yang tarif angkutan nya ditentukan Pemerintah. Bukan kepada angkutan umum yang tarif angkutannya dilakukan secara bisnis ke bisnis, tidak mengacu kepada ketentuan Pemerintah.
Pengusaha yang mendapat bbm subsidi harus jelas bisa berkontribusi nyata kepada masyarakat dan pemerintah dengan tarif angkutan yang bisa menurunkan biaya produksi.
Demikian pula terhadap Masyarakat tidak mampu , mereka masih membutuhkan bbm premium subsidi, tetapi subsidinya harus masuk dalam apbn tidak seperti saat ini. Masyarakat yang tidak mampu lebih tepat dinyatakan adalah mereka pemilik sepeda motor yang CC nya dibawah 200CC.
Premium bersubsidi hanya untuk sepeda motor 200cc kebawah, tutup Sofyano mengakhiri wawancara dengan situsenergy.com (irs)
No comments so far.
Be first to leave comment below.