Logo SitusEnergi
DPR: Jangan Kaitkan Daya Beli Masyarakat dengan Kenaikan Harga BBM DPR: Jangan Kaitkan Daya Beli Masyarakat dengan Kenaikan Harga BBM
Jakarta, situsenergy.com Kebijakan PT Pertamina (Persero) yang kembali menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis pertamax series antara Rp 100 – Rp 300/perliter di... DPR: Jangan Kaitkan Daya Beli Masyarakat dengan Kenaikan Harga BBM

Jakarta, situsenergy.com

Kebijakan PT Pertamina (Persero) yang kembali menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis pertamax series antara Rp 100 – Rp 300/perliter di seluruh Indonesia, dianggap kebijakan yang semestinya dilakukan oleh badan usaha pelat merah.

Wakil Ketua Komisi VII DPR, Herman Khaeron mengatakan, seperti publik ketahui, harga bbm non Public Service Obligation (PSO) di dalam negeri,  jenis Pertamax series maupun Dex series yang kembali naik pada 24 Februari 2018 merupakan kewenangan badan usaha untuk menentukan harga.

Pasalnya, Pertamina sebagai badan usaha penyalur bbm, fluktuasi harga jual bergantung dari sejumlah indikator, selain kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, harga minyak dunia juga menjadi penentu harga bbm itu wajib ditentukan oleh badan usaha.

Menurut Herman, tren Indonesian Crude Price (ICP) yang saat ini rata – rata bulanan mencapai US$ 65,59/barel, tidak memungkinkan perusahaan pelat merah seperti Pertamina mempertahankan harga.

“Harga BBM selain jenis premium dan solar yang bersubsidi memang floating price, tergantung harga rata-rata ICP, dan saat ini ICP rata-rata bulanan 65,59 US$/barel,” ujar Herman ketika dihubungi, Senin (26/02/18).

BACA JUGA   Pakar Nilai Restrukturisasi dan IPO Subholding Pertamina Tak Langgar UU

Di sisi lain, meski kenaikan harga bbm kembali naik di tahun 2018 menjadi cibiran sejumlah pihak, kebijakan Pertamina tidak bisa dikaitkan dengan daya beli masyarakat yang saat ini banyak dianggap berbagai pihak sangat memberatkan.

Akan tetapi, menurut Herman, kebijakan Kementrian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menetapkan harga bbm jenis premium dan solar tidak mengalami kenaikan harga selama triwulan I/2018, dianggap sebagai stimulus bagi masyarakat agar daya beli tetap positif.

“Kalau mengukur daya beli masyarakat tentu memberatkan, makanya untuk yang subsidi sampai akhir triwulan pertama 2018 tidak ada kenaikan,” papar Herman.

Hermanpun berpendapat, ketetapan harga bbm non PSO dengan formula floating dengan mengikuti trend kenaikan ICP mestinya tidak terbantahkan karena Pertamina diberi kewenangan untuk menentukan harga jual di pasaran. “Ada formula atau rumusnya yg sudah ditetapkan pemerintah,” pungkas Herman.(AY)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *