BUMN Transportasi Itu Untung Tapi Karena Memakai BBM Bersubsidi
ENERGIOPINI July 25, 2019 Editor SitusEnergi 0
Jakarta, situsenergy.com
Terkait adanya desakan agar Pemerintah merevisi Perpres 191/2014 dengan menata ulang pengguna solar subsidi dan mencabut peng-alokasi-an solar subsidi kepada beberapa BUMN, Hal ini juga mendapat perhatian dari Salamuddin Daeng, ekonom dari AEPI.
Menurut Salamudin yang terkait laba yang dihasilkan BUMN Pelni, PT.KAI , ASDP dan PT Daya Laut Utama (anak Perusahaan BUMN Djakarta Lloyd) yang mendapat alokasi solar subsidi, ia mengatakan :
Jika BUMN untung besar, maka pihak pertama yang diganjar prestasi adalah direksi. Maka gaji, tunjangan dan lain lain ikut meningkat dalam periode tersebut
Kalau benar keuntungan meningkat, kalau artifisial bagaimana?
“Itulah yang terjadi dibanyak BUMN, terutama BUMN transfortasi seperti PELNI, ASDP dan PT Kereta Api Indonesia (KAI).
BUMN yang mencetak laba dalam jumlah lumayan, dikarenakan subsidi dari pertamina. Subsidi pertamina tersebut dilakukan melalui bahan bakar minyak jenis solar” ujar pria yang akrab dipanggil Daeng tersebut.
Sebagaimana diberitakan PT Pelni juga memasang target laba tahun 2019 ini Rp439 miliar, setelah tahun lalu mengantongi Rp315 miliar. Selanjutnya PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) meraih laba bersih sebesar Rp 261 miliar sepanjang 2018.
Capaian tersebut tumbuh dua persen ketimbang tahun lalu. Keuntungan paling besar diperoleh oleh PT. kereta Api Indonesia. BUMN mengumumkan keuntungan 1,8 triliun tahun 2018.
Menurut Daeng, BUMN di atas adalah deretan perusahaan yang menggunakan BBM subsidi dalam kegiatan operasinya. BUMN ini bisa berhemat harga bahan bakar sehingga mampu mendapatkan untung. Dengan demikian sebetulnya keuntungan yang diperoleh BUMN tersebut hanyalah uang PT. Pertamina yang diambil unruk menjadi keuntungan mereka.
Mengapa demikian? Karena selama ini Pertamina lah yang menanggung beban atas penggunaan BBM bersubsidi baik solar maupun premium. Harga dua jenis BBM ini ditetapkan oleh pemerintah. Sementara Pertamina membeli bahan Baku dan biaya berdasarkan harga komersil. Naik turunnya harga minyak menjadi beban beban pertamina, tambah putra NTB ini.
Lebih lanjut ekonom ini mengatakan , Selain itu subsidi BBM didalam APBN masih menjadi janji semata dari pemerintah. Subsidi ini tak kunjung dibayarkan oleh pemeintah kepada Pertamina. Hal ini terlihat dari nilai piutang pertamina kepada pemerintah yang nilainya mencapai Rp. 67,56 triliun. Utang subsidi dari pemerintah kepada pertamina tidak jelas kapan akan dibayarkan.
Itulah mengapa keuntungan BUMN atau perusahaan yang menggunakan solar bersubsidi sebetulnya dapat dikatakan adalah keuntungan Pertamina yang “dicuri” lalu berpindah ke BUMN dan perusahaan tersebut. Oleh karena itu jangan sampai keuntungan BUMN tersebut dikatakan sebagai prestasi direksinya dalam mengelola keuangan namun sebenarnya juga karena “makan” solar subsidi , jelas Daeng sambil tersenyum. (irs)
No comments so far.
Be first to leave comment below.