

Agus Pambagio : Kebijakan Power Wheeling di RUU EBET Jadi Beban APBN dan Beratkan Konsumen
LISTRIK September 4, 2024 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, situsenergi.com
Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagyo menegaskan, bahwa kebijakan power wheeling dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU-EBET) perlu ditinjau kembali secara mendalam. Pasalnya, berbagai risiko dan potensi kerugian mungkin timbul akibat kebijakan tersebut.
“RUU-EBET yang sedang difinalisasi oleh Panja RUU EBET Komisi VII DPR-RI, rencananya akan di Paripurnakan bulan September 2024 ini untuk mempercepat transisi energi dari fosil ke Energi Baru Energi Terbarukan (EBET),” kata Agus dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (04/9).
Menurut Agus, salah satu kebijakan yang menonjol dalam RUU ini adalah penerapan power wheeling, untuk memberi ruang lebih besar kepada Independent Power Producers (IPP) dalam penyediaan listrik EBT.
“Namun, kebijakan ini mengandung risiko yang serius terhadap keamanan energi nasional dan APBN atau Konsumen. Untuk itu rencana pengesahan RUU EBET ini perlu ditinjau ulang dengan seksama sebelum diparipurnakan,” cetusnya.
Labih jauh Agus mengungkapkan, bahwa ada beberapa poin yang perlu dipertimbangkan terkait hal ini. Bahwa power wheeling sebagai bentuk kebijakan unbundling ketenagalistrikan, telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, upaya untuk menghidupkannya kembali terlihat dilakukan melalui pengaturan dalam Peraturan Menteri dan Undang-Undang baru.
“Padahal urgensi menggantikan energi fosil dengan EBET belum mendesak, mengingat PLN sendiri saat ini sedang mengalami oversupply listrik di beberapa lokasi. Sehingga tambahan daya 1 GW akan menjadi beban tambahan bagi pihak PLN, yang diperkirakan menambah biaya sebesar Rp 3,44 triliun, sementara cadangan batu bara masih melimpah,” papar Agus.
Selain itu, kata dia, Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) sudah mencakup bauran energi EBET, dan PLN telah mampu memenuhi permintaan listrik “hijau” tanpa perlu melalui skema power wheeling.
“Listrik EBET dari IPP kemungkinan besar akan menjadi bagian dari permintaan organik PLN di wilayah kerja PLN, jadi bukan hanya untuk pelanggannya sendiri,” tukasnya.

“Pendapatan Perseroan dari menyewakan jaringan kepada IPP juga jauh lebih kecil dibanding menjual listriknya sendiri, yang berpotensi merugikan keuangan PLN,” sambung Agus.
Lebih jauh Agus juga menyoal tentang salah satu isu utama yang perlu mendapat perhatian serius yakni adanya ketidakselarasan data antara Kementerian ESDM dan PLN terkait ketersediaan listrik.
“Misalnya, Kementerian ESDM optimis tentang potensi ekspor listrik ke negara tetangga setelah pembangunan pembangkit listrik EBET, sementara kenyataannya Indonesia justru terus meningkatkan impor listrik dari Malaysia. Perbedaan data ini harus disinkronkan untuk menghindari kebijakan yang salah arah dan merugikan keamanan energi nasional,” jelasnya.
Perparah Opersupply Listrik
Agus juga mengungkapkan, bahwa penerapan power wheeling dapat memperparah oversupply listrik di Indonesia, di mana sebagian besar listrik masih berasal dari energi fosil.
Menurut dia, saat ini PLN telah menanggung beban besar akibat take or pay dalam perjanjian jual beli listrik, yang mencapai sekitar Rp 180 triliun. Sehingga kebijakan power wheeling berpotensi menambah beban ini karena akan mengurangi permintaan listrik yang dikelola PLN, sekaligus memicu peningkatan kerugian finansial yang ditanggung negara dan/atau konsumen.
“Selain itu, EBET membutuhkan investasi dan biaya operasional yang lebih tinggi dibandingkan energi fosil,” jelasnya.
Agus juga menambahkan, bahwa memaksakan transisi yang terlalu cepat melalui power wheeling dapat mengorbankan keamanan energi dalam jangka panjang. Perlu diingat bahwa kelemahan EBET ada di keamanan energi (energy security) karena sangat bergantung pada kondisi cuaca dan harga.
“Selain itu, investasi yang dibutuhkan untuk infrastruktur EBET juga besar dan bisa membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau ditanggung langsung oleh konsumen melalui kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) serta mengganggu stabilitas ekonomi,” pungkasnya.(SL)
No comments so far.
Be first to leave comment below.