

WALHI dan 36 Pengacara Gugat Ijin Lingkungan PLTA Batang Toru
ENERGI August 10, 2018 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, situsenergy.com
Belum ditemukannya solusi untuk menjaga populasi Orangutan Tapanuli karena perkembangan biakannya yang lama dan penyambungan populasinya, saat ini keberadaan Orangutan Tapanuli justru terancam akibat dibangunnya mega proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru oleh PT. North Sumatra Hydro Energy (NSHE).
PLTA Batang Toru ini digadang-gadang sebagai PLTA terbesar di Pulau Sumatera dengan kapasitas 510 MW di mana pembangunannya meliputi tiga kecamatan yang ada di Tapanuli Selatan yaitu, Sipirok, Marancar dan Batang Toru.
Wilayah pembangunan PLTA ini berada di kawasan hutan Batang Toru yang menjadi habitat Orangutan Tapanuli. Sejak dicanangkan pada tahun 2016, pembangunan PLTA ini direncanakan akan selesai dan beroperasi pada 5 tahun mendatang.
Pembangunan infrastruktur proyek berupa jalan akses, SUTET dan terowongan bawah tanah sepanjang 13 km pada habitat orangutan Tapanuli di pinggir sungai Batang Toru akan berdampak ganda. Pertama akan memusnahkan harapan untuk menyambungkan kembali ketiga populasinya dan kedua, akan menghilangkan sebagain habitatnya yang paling kaya dengan kepadatan orangutan paling tinggi, serta membuka akses bagi manusia pada habitat terakhirnya.
Sebenarnya klaim ‘kapasitas 510 MW’ sudah merupakan suatu tanda tanya karena kapasitas tersebut hanya tercapai selama 6 jam setiap hari. Proyek PLTA didesain sebagai ‘peaker’ yaitu menyuplai listrik pada saat beban tinggi dari jam 1800 sampai dengan jam 2400.
Maka aliran sungai akan disimpan selama 18 jam kemudian dilepaskan untuk menghasilkan listrik selama 6 jam. Bayangkan, sungai menjadi kering selama 18 jam dan banjir selama 6 jam. Dengan demikian proyek PLTA ini akan sangat berdampak sosial dan ekonomi kepada masyarakat yang tinggal di wilayah hilir bendungan, terutama masyarakat yang tergantung pada sektor pertanian, perikanan, dan transportasi air. Sawah yang dipinggir sungai tidak akan bisa digarap lagi.
“Belum lama, kita sudah melihat dampak mengerikan dari jebolnya bendungan PLTA di Laos disusul bencana gempa di Pulau Lombok. Ini mengingatkan kita bahwa Ekosistem Batang Toru terletak di pinggir Sesar Besar Sumatera (Great Sumatran Fault) dan di salah satu lokasi di daratan Sumatera yang paling rawan gempa bumi. Pemecahan bendungan akibat gempa bisa berakibat fatal bagi masyarakat yang tinggal di hilir,” kata Dana Prima Tarigan selaku Direktur WALHI Sumatera Utara, Kamis (9/8).
Harus Bertindak
Dari banyaknya masalah-masalah dan ancaman-ancaman yang disebutkan di atas, menghentikan proyek ini adalah pilihan tepat. WALHI Sumatera Utara menilai mega proyek ini lebih banyak memberikan dampak buruk bagi lingkungan serta masyarakat.
Dana Prima Tarigan mengatakan jika dihitung valuasi ekonominya, maka penghasilan masyarakat juga tidak kalah penting dengan pasokan listrik yang dibutuhkan. Apalagi di situ merupakan haibtat kera besar yang menjadi kebanggaan Indonesia dan terancam punah.
“Masyarakat yang selama ini mengelola hutan dan DAS secara lestari sebagai sumber penghidupan mau beralih ke mana? Artinya tidak ada pilihan lain selaiun menghentikan proyek ini,” tandas Dana.
Saat ini WALHI Sumatera Utara bersama 36 pengacara tengah mendaftarkan gugatan terkait ijin lingkungan dari PT. NSHE. WALHI Sumatera Utara melihat ijin lingkungan PT. NSHE bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Salah satunya Undang-Undang tentang penerbitan ijin lingkungan, asas-asas pemerintahan yang baik, dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup serta peraturan-peraturan lainnya. Selain itu WALHI Sumatera Utara melihat terdapat potensi kerusakan lingkungan, konflik masyarakat, dan risiko punahnya orangutan akibat kehilangan dan fragmentasi habitat. WALHI Sumatera Utara juga melihat potensi bencana ekologis karena kawasan tersebut merupakan episentrum gempa bumi di Sumatera Utara, yang sangat dekat dengan patahan tektonik utama. (Fyan)
No comments so far.
Be first to leave comment below.