

Pernyataan Soal Pertamina Kacau, Inas: LBP Pojokkan Presiden
ENERGI December 19, 2019 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, situsenergy.com
Mantan anggota Komisi VI DPR, Inas Nasrullah Zubir menyoroti makna kata kekacauan yang disematkan Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan (LBP) kepada Pertamina. Menurutnya, kacau itu artinya tidak karuan, tidak aman, tidak tentram.
“Saya menduga ada bisnisnya yang tidak lolos di Pertamina sehingga kemudian menyebut Pertamina sebagai sumber kekacauan,” selorohnya saat menjadi pembicara pada Diskusi Publik yang digelar IRESS di Jakarta, Kamis (19/12).
Menurut Inas, apa yang disampaikam Luhut itu sama saja dengan memojokkan Presiden Jokowi. Karena sama saja dengan menganggap bahwa selama 5 tahun menjabat, Presiden tidak bisa membenahi Pertamina. Padahal, kata Inas, hal itu sudah dilakukan walaupun belum sempurna.
“Pertamina sudah berbenah diri dengan baik. Contohnya mafia migas, dengan pembentukan Tim Anti Mafia Migas, yang berujung pada pembubaran Petral,” katanya memberi contoh.
“Pembenahan berikutnya adalah UU Energi Tahun 2007 yang memberi celah tender crude di luar negeri, dan saat ini telah dilarang,” tambah dia.
Di tempat yang sama, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Iress), Marwan Batubara, mengatakan bahwa pernyataan Luhut tersebut sangat kontroversial dan dapat memicu ketidakpercayaan investor kepada Pertamina. “Hal itu tentu membahayakan bagi iklim bisnis Pertamina. Kalaupun memang ada kekacuan di dalam tubuh Pertamina sebenarnya itu tidak lepas dari kesalahan dari pemerintah sendiri,” ketusnya.
Menurut Marwan, pernyataan Luhut yang sangat dipercaya Presiden Jokowi ini patut dimintai klarifikasi dan dipersoalkan, mengingat Pertamina merupakan salah satu BUMN utama yang mengelola dan menyediakan energi bagi rakyat. “Keberadaan dan fungsi Pertamina menguasai cabang produksi menyangkut hidup orang banyak dijamin konstitusi Pasal 33 UUD 1945,” tukasnya.
Karena itu, kata Marwan, rakyat berhak meminta pemerintah dan manajemen Pertamina untuk bertanggungjawab atas pelaksanaan tugas konstitusional tersebut. Ia meminta agar dilakukan audit terhadap direksi atau pejabat tinggi lainnya di Pertamina agar ada kejelasan soal statement Luhut.
Jika mencermati pernyataan LBP, kata Marwan, maka penyebab utama kekacauan berasal dari internal Pertamina, terutama direksi pada lapis pertama dan jajaran manajemen pendukung pada lapis kedua dan ketiga. “Karena itu, maka merekalah pihak-pihak yang paling pantas digugat untuk bertanggungjawab,” tegas Marwan.
Dia juga berharap agar Luhut bisa mengontrol dirinya sebab sering sekali membuat pernyataan yang bertentangan yang justru akan memperburuk situasi.
“Kenapa kacau karena peran dari pejabat di luar Pertamina. Misal bicara tentang cadangan migas turun, atau adanya mafia migas, atau double defisit neraca. Jangan seolah Pertamina saja sumbernya (kekacauan),” terangnya.
Namun, imbuh Marwan, Pertamina bukanlah lembaga otonom bebas berbuat sesuka hati tanpa kontrol. “Di atas manajemen Pertamina ada pejabat-pejabat eksternal yang menjadi komisaris, sebagai pengawas dan pengendali perusahaan. Pertamina pun berada di bawah kendali Menteri BUMN, Menteri ESDM hingga Presiden Republik Indonesia. Karena itu, rakyat pun layak menggugat pejabat-pejabat negara tersebut hingga ke tingkat Presiden. Para petinggi negara ini layak pula dituntut bertanggungjawab atas kekacauan pengelolaan Pertamina,” papar Marwan.
Ia juga menyoroti keputusan Kementerian BUMN yang menunjuk Ahok menjadi Komut Pertamina. Baginya pernyataan Luhut terkait penempatan Ahok tersebut terlalu over optimis bahwa Ahok menjadi pusat dari penyelesaian masalah. Padahal track record dari Ahok di dunia migas hampir tidak ada.
“Pak LBP juga menyebutkan pak Ahok bisa ngurangin kekacauan. Ini sepertinya Pertamina dijudge agar Ahok jadi Komisaris. Ini keterlaluan. BUMN masa iya dikorbankan dan sumber kekacauan,” pungkasnya.(adi)
No comments so far.
Be first to leave comment below.