Logo SitusEnergi
Pengamat: Kompensasikan Selisih Harga Premium dengan Deviden Pemerintah Pengamat: Kompensasikan Selisih Harga Premium dengan Deviden Pemerintah
Jakarta, situsenergy.com Kehadiran stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) milik PT Vivo Energy Indonesia sempat menjadi pembicaraan publik. Bagaimana tidak, hadir dengan produk BBM... Pengamat: Kompensasikan Selisih Harga Premium dengan Deviden Pemerintah

Jakarta, situsenergy.com

Kehadiran stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) milik PT Vivo Energy Indonesia sempat menjadi pembicaraan publik. Bagaimana tidak, hadir dengan produk BBM setara Premium namun dengan RON 89, Vivo membandrol produknya tersebut dengan harga Rp 6.100 per liter atau lebih murah Rp 350 per liter dari harga Premium.

Namun harga yang diterapkan oleh SPBU yang diresmikan Menteri ESDM, Ignasius Jonan itu hanya bertahan tidak lebih dari sebulan. Karena langsung dikoreksi harganya menjadi Rp 6.300 per liter, kendari masih lebih murah Rp 250 per liter dari harga Premium.

Kini, seiring dengan naiknya harga minyak mentah dunia, Saat ini setelah harga Bahan Bakar Khusus bergerak naik,seiring dengan naiknya harga minyak dunia, SPBU yang terletak di kawasan Cilangkap Jakarta Timur itu kembali mnegoreksi harga Produk RON 89 nya menjadi sebesar Rp 7.550liter atau lebih tinggi Rp 1.250/liter dari harga Premium atau naik sekitar 19 % dari harga sebelumnya (Rp 6.300/liter).

“Alhamdulillah ternyata Pemerintah sangat pro rakyat, karena tetap mematok harga jual premium sebesar Rp 6.550per liter, meskipun belum jelas kerugian akibat menjual Premium dengan harga sebesar itu harus menjadi beban siapa,” kata pengamat kebijakan energi nasional, Sofyano Zakaria kepada situsenergy.com di Jakarta, Jumat (02/3).

BACA JUGA   Bersatu, Dualisme Serikat Pekerja PLN Berakhir

Namun menurut dia, dengan kenaikan harga minyak dunia yang sudah merangkak naik secara perlahan tapi berjalan terus, seharusnya pemerintah menanggung selisih harga jual premium yang ditetapkan pemerintah dengan harga keekonomian.

“Setidak pemerintah menanggung selisih harga itu sekitar Rp 1.000 per liter dan menjadikan selisih itu sebagai beban pemerintah yang dianggarkan dalam APBN atau membuat keputusan memotongnya dari dividen pemerintah yang dihasilkan dari Pertamina,” paparnya.

Harga Premium memang beresiko jika dikoreksi naik, namun hal itu juga tidak boleh menjadi beban Pertamina. “Untuk itu sekali lagi kita minta agar selisih harga itu bisa dikompensasikan Pemerintah dengan dividen yang akan diterima dari Pertamina,” pungkas Sofyano.

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *