

Penerapan Signature Bonus Terhadap BUMN Tidak Tepat Dan Bebani Pertamina
ENERGI January 24, 2019 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, SitusEnergy.com
Penerapan signature bonus (bonus tanda tangan) yang dibebankan terhadap PT Pertamina (Persero) atas pengelolaan blok migas oleh perusahaan BUMN dianggap tidak tepat dan hanya semakin membuat perusahaan pelat merah itu tertekan karena harus mengeluarkan anggaran sebesar USD784 juta untuk membayar signature bonus tersebut.
Sebagaimana diketahui, kewajiban untuk pembayaran signature bonus itu tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) nomor 32/2017.
Direktur Eksekutif Indonesia Resourcess Study (IRESS), Marwan Batubara mengatakan, kewajiban pembayaran signature bonus untuk blok-blok terminasi dianggap tidak tepat apabila dikenakan kepada Pertamina, pasalnya sebagai perusahaan migas satu-satunya yang diakui konstitusional, Pertamina seharusnya terbebas dari kewajiban itu.
Marwan juga mengatakan, signature bonus yang dibayarkan Pertamina kepada negara sebesar USD794 juta atau setara Rp11,3 triliun untuk blok Rokan di Riau dianggap tidak sesuai. Dalam kebijakan itu berarti Pertamina disamakan dengan status perusahaan migas swasta atau asing. Padahal seharusnya apabila blok-blok migas itu habis kontraknya, pemerintah wajib memberikan hak pengelolaannya kepada Pertamina.
“Karena mengemban tugas konstitusional, maka penerapan signature bonus terhadap Pertamina itu tidak relevan,” kata Marwan dalam seminar bertajuk ‘Menyoal Pemberlakuan Signatory Bonus Blok Rokan Terhadap BUMN’ di Jakarta, Kamis (24/1).
Diakui bahwa ketentuan Signature Bonus adalah untuk menakar kemampuan sebuah perusahaan yang akan mengelola suatu blok migas. Dengan ketentuan ini perusahaan yang memenangkan tender dan telah membayar signature bonusnya ke pemerintah, maka potensi untuk proyek berjalan bisa dipastikan.
Hanya saja, hal itu tidak tepat apabila dikenakan juga terhadap Pertamina sebab komitmennya sudah terbukti. Hal itu karena Pertamina adalah perusahaan milik negara. Apabila komitmen investasi atas proyek pengembangan blok migas terbengkalai oleh Pertamina, hal itu sama artinya negara sendiri gagal dalam menjalankan komitmennya.
Marwan menambahkan, akibat kewajiban pembayaran signature bonus untuk Blok Rokan oleh Pertamina yang telah dibayar lunas pada 21 Desember 2018 lalu, beban Pertamina semakin besar. Di tengah beban hutang yang cukup besar, namun karena adanya ketentuan tersebut, membuat hutang Pertamina membengkak karena harus menerbitkan global bound atau surat utang di pasar modal Singapura senilai USD750 juta.
Tercatat, pada 2016 lalu hutang Pertamina sebesar USD25,16 miliar. Akibat membayar signature bonus, hutang perusahaan pelat merah ini menjadi USD37 miliar pada kuartal III 2018. Sementara hutang obligasi nilainya USD8,75 miliar pada Oktober 2018, kemudian naik jadi USD9,5 miliar pada Desember 2018 untuk pemenuhan signature bonus.
“Masalahnya operasional Blok Rokan tahun 2021 tapi bayar signature bonusnya itu tahun lalu. Di tengah kondisi keuangan yang seperti itu, menjadikan beban Pertamina berlipat -lipat akibat kebijakan yang membuat Pertamina seperti menjadi sapi merah,” pungkas Marwan. (SNU)
No comments so far.
Be first to leave comment below.