Logo SitusEnergi
Menteri ESDM: Pengembangan EBT Langkah Transisi Menuju Energi Bersih Menteri ESDM: Pengembangan EBT Langkah Transisi Menuju Energi Bersih
Jakarta, Situsenergi.com Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, aksi mitigasi yang berperan paling besar dalam menekan emisi gas rumah kaca di sektor energi adalah pengembangan... Menteri ESDM: Pengembangan EBT Langkah Transisi Menuju Energi Bersih

Jakarta, Situsenergi.com

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, aksi mitigasi yang berperan paling besar dalam menekan emisi gas rumah kaca di sektor energi adalah pengembangan energi baru terbarukan (EBT) sebagai langkah transisi menuju energi yang lebih bersih, minim emisi, dan ramah lingkungan.

Menurut Menteri Arifin, Indonesia memiliki potensi EBT yang melimpah sekitar 3.000 GW dengan potensi panas bumi 24 GW. Dan
selama lima tahun terakhir, kapasitas pembangkit EBT terus mengalami peningkatan, yang saat ini tercatat 12 GW dengan panas bumi menyumbang 2,2 GW.

“Potensi EBT akan dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mempercepat transisi energi. Pada 2060, kapasitas pembangkit EBT ditargetkan 700 GW yang berasal dari surya, hidro, bayu, bioenergi, laut, panas bumi, termasuk hidrogen dan nuklir,” ujarnya seperti dikutip di Jakarta, Kamis (15/9/2022).

Ia mengatakan, pembangkit panas bumi diperkirakan mencapai 22 GW yang didorong skema bisnis baru dan inovasi teknologi yang kompetitif dan terjangkau, antara lain deep drilling geothermal development, enhanced geothermal system, dan offshore geothermal development.

“Untuk mempercepat dan memperbesar pemanfaatan panas bumi sebagai sumber energi, pemerintah memberlakukan kembali tarif uap panas bumi dan tenaga listrik dan mengusulkan kemudahan proses perizinan penggunaan lahan di hutan konservasi, serta pembebasan pajak bumi dan bangunan,” paparnya.

BACA JUGA   Anggota DPR: Sederhanakan Mekanisme Akses Nelayan Dapat BBM Bersubsidi

Ditambahkan, peningkatan dan percepatan pengembangan energi bersih membutuhkan beragam teknologi dan dukungan keuangan dari berbagai entitas yang meliputi pemerintah, organisasi internasional, lembaga keuangan, bisnis, serta filantropi.

“Terkait dengan akses penggunaan dan pemanfaatan teknologi harus dibuat lebih inklusif. Oleh karena itu, akses terhadap teknologi dan pembiayaan yang terjangkau harus dijajaki secara masif,” katanya.

“Saat ini di Indonesia terdapat dua skema pembiayaan pengembangan panas bumi, yaitu Geothermal Energy Upstream Development Project dan Geothermal Resource Risk Mitigation, kerja sama dengan Kementerian Keuangan, PT SMI, dan Bank Dunia,” tukasnya.

Menteri Arifin juga mengingatkan kembali soal peran penting pengembangan EBT untuk menurunkan emisi gas rumah kaca di sektor energi, sekaligus mewujudkan net zero emission pada 2060 atau lebih cepat.

“Pada COP26 tahun 2021, Indonesia telah berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca yang dipertegas bahwa Indonesia mencapai net zero emission pada 2060 atau lebih cepat. Untuk itu, diperlukan upaya memitigasi perubahan iklim dengan menurunkan emisi karbon (dekarbonisasi) dengan tetap menjaga ketahanan energi nasional,” pungkasnya.(Ert/SL)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *