Logo SitusEnergi
Kementrian ESDM Terus Dorong Pemanfaatan EBT Kementrian ESDM Terus Dorong Pemanfaatan EBT
Jakarta, Situsenergy.com Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus berupaya untuk mendorongan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) sebgai energi alternative dengan harga yang... Kementrian ESDM Terus Dorong Pemanfaatan EBT

Jakarta, Situsenergy.com

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus berupaya untuk mendorongan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) sebgai energi alternative dengan harga yang kompetitif dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan pda energi fosil.

Salah satu upaya yang dilakukan Kementerian ESDM adalah melakukan sinkronisasi peraturan, misalnya, merubah peraturan menteri (Permen) yaitu Permen ESDM Nomor 43 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Permen ESDM Nomor 12 Tahun 2017 menggantinya dengan Permen ESDM Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Listrik.

“Melalui upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah saya percaya dan yakin seyakin-yakinnya bahwa energi baru terbarukan seperti panas bumi, akan menjadi energi yang kompetitif ke depan,” kata Menteri ESDM, Ignasius Jonan, pada suatu kesempatan, beberapa waktu lalu.

Terkait dengan upaya-upaya tersebut di atas, laman resmi www.esdm.go.id pada edisi Senein (23/10), menulis, Pemen ESDM Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Listrik, telah mencabut Permen sebelumnya yaitu Permen ESDM Nomor 43 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Permen ESDM Nomor 12 Tahun 2017.

BACA JUGA   PGE Gandeng Zorlu Enerji Turki untuk Kembangkan Proyek Panas Bumi Internasional

”Perubahan mendasar dari Beleid ini adalah pada penentuan harga pembelian tenaga listrik. Dengan tujuan utama, agar harga listrik yang bersumber dari Energi Terbarukan mempunyai harga yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat Indonesia,” tulisnya.

Dijelaskan, untuk Harga Pembelian tenaga listrik, terdapat dua ketentuan. Pertama, harga pembelian tenaga listrik jenis PLTS Fotovoltaik, PLTB, PLTBm, PLTB dan PLTA Laut. Kedua, untuk harga pembelian tenaga listrik jenis PLTA, PLT Sampah, dan PLTP.

Pada ketentuan pertama diatas dimungkinkan jika Biaya Pokok Produksi (BPP) Pembangkit di sistem ketenagalistrikan setempat lebih besar dari rata-rata BPP Nasional, maka harga pembelian maksimal 85 % dari BPP Pembangkit setempat. Namun sebaliknya, jika BPP Pembangkit di sistem ketenagalistrikan setempat lebih kecil atau sama dengan rata-rata BPP Nasional, maka harga pembelian berdasarkan kesepakatan (business to business).

Sedangkan point kedua dijelaskan jika BPP Pembangkit di sistem ketenagalistrikan setempat lebih besar dari rata-rata BPP Nasional, maka harga pembelian maksimal 100 % dari BPP setempat. Namun, sebaliknya, jika BPP di wilayah Sumatera, Jawa, Bali, atau wilayah ketenagalistrikan setempat lebih kecil atau sama dengan rata-rata BPP Nasional maka harga pembelian dilakukan berdasarkan kesepakatan (business to business).

BACA JUGA   Trade-Off Penambangan Nikel di Kepulauan Raja Ampat: Antara Ekonomi, Sosial, Lingkungan, dan Pembangunan Berkelanjutan

Sementara itu, data Kementerian ESDM menunjukan adanya tren peningkatan jumlah kontrak investasi dari Independent Power Produser (IPP). Kalau pada 2014, terdapat 15 kontarak PPA, maka pada 2017 jumlah kontrak IPP naik menjadi 60 kontrak PPA. (mul)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *