Home ENERGI Kebijakan DMO Kontradiktif Dengan Semangat Pembangunan Pembangkit EBT
ENERGI

Kebijakan DMO Kontradiktif Dengan Semangat Pembangunan Pembangkit EBT

Share
Share

Jakarta, situsenergy.com

Juru Bicara Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI), Rizal Calvary, mengatakan kebijakan pemerintah khususnya Kementerian ESDM terkait aturan Domestik Market Obligation (DMO) batubara terbukti tidak efektif khususnya untuk mendorong peningkatan pembangunan energi baru terbarukan (EBT). Dia menilai kebijakan ini merupakan bukti bahwa Kementerian ESDM dan PLN tidak punya visi yang kuat membangun energi efisien dan ramah lingkungan.

Selama empat tahun ini, tidak ada kemajuan berarti soal EBT. Rasio EBT atas energi pembangkit lainnya masih sangat rendah. Sebagaimana diketahui, sebagian besar proyek EBT dalam perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement/PPA) yang diteken pada 2017, hingga kini belum direalisasikan juga. Salah satu kendalanya adalah pendanaan.

Berdasarkan data PLN sampai dengan triwulan pertama tahun ini, 46 PPA yang masih dalam proses persiapan penuntasan pendanaan (financial close) antara lain terdiri dari 38 pembangkit listrik tenaga minihidro (PLTMH), lima PLT bioenergi, dua pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), dan satu pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Tercatat baru tiga pembangkit yang sudah mencapai commercial operation date (COD). Pembangkit tersebut terdiri dari PLTMH, PLT Bioenergi, dan PLTA.

“Ini kebijakan reaktif, karena tiba-tiba harga minyak naik juga batubara membaik harganya di pasaran, dari jauh hari tidak ada antisipasi. Coba kalau sejak dulu, sejak harga energi primer masih murah, EBT sudah dibangun. Situasinya tidak akan ada kebijakan situasional semacam sekarang,” kata Rizal dalam pernyataan persnya, Minggu (27/5).

Dia menambahkan bahwa 46 PPA EBT jalan di tempat karena pemerintah tidak aktif dalam membantu pengusaha mencari funding. Akibatnya potensi kerugian diprediksi cukup besar karena mereka sudah terlanjur investasi. Kebijakan PLN ini diperparah dengan hadirnya pembangkit kapal turki (MPP) di laut. Menurutnya, kalau kehadiran Kapal Turki hanya untuk mengatasi defisit listrik di suatu wilayah, kenapa kehadiran Kapal Turki justru ‘menggeser’ pembangkit yang sudah ada di wilayah tersebut.

“Kapal ini jelas-jelas minumnya energi fosil, sudah ada audit Badan Pemeriksa Keuangan akan potensi ruginya ke depan. Tapi PLN bilang karena belum ada gas, sementara pakai minyak. Sebenarnya perencanaanya dulu bagaimana?” kata dia.(Din)

Share

Leave a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Articles

Elnusa Perkuat Produksi Migas Nasional Lewat Teknologi Coiled Tubing

Jakarta, Situsenergi.com PT Elnusa Tbk terus menunjukkan peran strategisnya dalam mendukung peningkatan...

Waskita Karya Infrastruktur Lepas Saham di Waskita Sangir Energi Rp179,9 Miliar

Jakarta, situsenergi.com PT Waskita Karya Infrastruktur (WKI) resmi melepas kepemilikan sahamnya di...

ESDM Bekukan 190 Izin Tambang, ESG Jadi Syarat Mutlak di Industri Minerba

Jakarta, situsenergi.com Penerapan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) semakin mendapat perhatian...

Astra Perkuat Transisi Energi, Targetkan 50 Persen Energi Terbarukan pada 2030

Jakarta, Situsenergi.com Astra melalui PT Energia Prima Nusantara (EPN), yang bergerak di...