Logo SitusEnergi
INDEF: Digitalisasi, Langkah Antisipatif Batasi Penjualan BBM Bersubsidi INDEF: Digitalisasi, Langkah Antisipatif Batasi Penjualan BBM Bersubsidi
Jakarta, Situsenergi.com Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov menilai, langkah PT Pertamina (Persero) mendata kendaraan yang mengonsumsi produk BBM... INDEF: Digitalisasi, Langkah Antisipatif Batasi Penjualan BBM Bersubsidi

Jakarta, Situsenergi.com

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov menilai, langkah PT Pertamina (Persero) mendata kendaraan yang mengonsumsi produk BBM jenis Solar dan Pertalite melalui digitalisasi merupakan langkah antisipatif membatasi penjualan BBM bersubsidi yang ditengarai bisa melebihi kuota.

“Karena jika tidak ada pembatasan pembelian BBM bersubsidi, maka potensi melampaui kuota sangat besar,” kata Abra di Jakarta, Rabu (13/7/2022).

Lebih jauh Abra menjelaskan, berdasarkan kalkulasi yang dilakukan, terlihat bahwa untuk solar hingga akhir tahun nanti ada potensi lebihi kuota sekitar 15 persen dari kuota 14,91 juta menjadi 17,2 juta kiloliter (KL). Sementara Pertalite berpotensi melebihi kuota sekitar 24 persen dari alokasi 23,05 juta menjadi 28 juta KL.

“Hal itu akan menambah pengeluaran pada APBN karena barang penugasan tersebut harus mendapatkan kompensasi. Makanya sebetulnya terobosan pendataan yang dilakukan Pertamina adalah untuk mengantisipasi apabila nanti pada Oktober-November 2022, kuota BBM subsidi-penugasan sudah terlampaui,” paparnya.

Abra juga menyarankan kepada pemerintah agar segera mengambil keputusan, menambah kuota atau pembatasan pembelian. Saat ini, kata dia, “bola” ada di tangan pemerintah, sehingga harus ada kepastian bagaimana keinginan pemerintah menjaga stabilitas harga energi dan inflasi.

BACA JUGA   Pertamina Dukung Mudik Asyik Bersama BUMN 2024

“Apakah all out menambah kuota BBM subsidi atau memang balance, tetap memberikan subsidi kompensasi dibarengi pengendalian BBM subsidi,” katanya.

Terkait registrasi pengguna BBM subsidi, Abra menilai hal itu dilakukan untuk memberikan pesan kepada masyarakat bahwa pemerintah memiliki keinginan melakukan pengendalian BBM bersubsidi.

“Tapi harusnya bisa lebih fundamental harus ada kebijakan solid dan tegas,” katanya.

Menurutnya, agar subsidi BBM tepat sasaran harus ada reformasi subsidi menjadi bersifat tertutup, sehingga sasarannya langsung kepada individu atau rumah tangga.

“Kita juga berharap langkah Pertamina membangun database monitoring ini akan membuat masyarakat mampu sadar dan seharusnya malu jika mengonsumsi BBM bersubsidi,” tukasnya.

Sementara Pengamat Ekonomi Energi Universitas Padjadjaran (Unpad) Yayan Satyakti secara terpisah mengungkapkan bahwa jika pemerintah masih menganggarkan subsidi, artinya pemerintah siap dengan biaya yang semakin besar.

“Saya melihat pemerintah dan DPR masih tetap akan mempertahankan subsidi BBM untuk menjaga konsumsi dan popularitas politik hingga pemerintah Jokowi berakhir,” ujarnya.

Menurut Yayan, pemerintah sangat mementingkan stabilitas konsumsi. Jika pun ekonomi jatuh atau kolaps, model subsidi ini akan selalu dijaga oleh pemerintah guna mengiringi dampak countercyclical pada sisi konsumsi.

BACA JUGA   PKS: Target 4 Juta Sambungan Jargas di 2024 Hanya Mimpi

“Akan tetapi, kebijakan mempertahankan subsidi harus dikombinasikan dengan kebijakan moneter dari Bank Indonesia yang juga harus menjaga nilai tukar dan inflasi. Saya kira mempertahankan konsumsi (kontribusi konsumsi 50-55 persen dari GDP) saat ini lebih baik, daripada turun, karena jika turun produktivitas akan turun,” paparnya.

“Jika melihat harga keekonomian Pertamax di kisaran Rp 18.000-19.000 dan Pertalite di Rp 16.000-17.000/liter, kondisi beban subsidi saat ini berat. Apalagi nilai kurs tukar dolar saat ini mencapai Rp 15.000,” pungkasnya.(Ert/SL)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *