


Jakarta, Situsenergi.com
Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat (ANH) menyayangkan dugaan praktek ekspor bijih nikel ilegal sebesar 5,3 juta ton ke China.
ANH menilai temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini menjadi salah satu temuan yang besar dan sangat memprihatikan. Sebab ekspoe bijih nikel (nickle ore) telah dilarang oleh pemerintah. Berdasarkan data KPK, penyelundupan bijih nikel terjadi di Pelabuhan China dan kerap dilakukan dengan memakai dokumen pelaporan kode barang yang diekspor yakni HS Code 2604 atau HS0 2604.
“Hal ini adalah kebobolan besar yang diduga melibatkan oknum surveyors, beacukai dan oknum petugas pengawasan,” ujar ANH dalam keterangannya, (5/7/2023).
ANH berharap para pengambil kebijakan (policy makers) perlu melakukan evaluasi terkait implementasi kebijakan hilirisasi terutama tata kelola hilirisasi dan sistem pengawasan sektor pertambangan. Buruknya tata kelola hilirisasi telah merugikan keuangan negara dan perekonomian nasional.
“Perbaikan tata kelola industri tambang menjadi syarat mutlak yang harus segera dilakukan seiring gencarnya upaya pemerintah mengembangkan hilirisasi industri tambang belakangan ini,” ulasnya.
Menurut ANH, tata kelola hiliriasasi yang buruk selain dari kecoboran ekspor ilegal nikel oleh produsen nikel, juga terjadi dari proses pengawasan oleh pihak surveyors. Persoalan pengukuran kadar menjadi permainan kebijakan hilirisasi.
Tata kelola buruk memberikan insentif bagi surveyors, produsen dan eksportir ilegal bermain ekspor ilegal. Perbedaan pengukuran kadar bijih nikel antara penambang di hulu dan pengusaha smelter di hilir adalah permainan para Surveyor.

“Pengusaha smelter kerap menetapkan kadar yang lebih rendah dibandingkan di hulu,” ulasnya.(DIN/SL)
No comments so far.
Be first to leave comment below.