Jakarta, Situsenergy.com
Asosiasi Pemegang Izin dan Kontraktor Tambang (Aspektam) Kalimantan Selatan (Kalsel) memprotes penutupan 425 izin usaha pertambangan oleh Pemerintah Provinsi Kalsel. Penutupan atau penghentian operasi perusahaan tambang ini dinilai dapat mematikan iklim investasi dan lapangan kerja masyarakat.
“Penghentian aktivitas tambang ini merupakan tindakan refresif yang sangat disayangkan karena dengan berhentinya aktivitas penambangan korban bukan hanya pengusaha melainkan juga karyawan dan masyarakat,” kata Ketua Aspektam Kalsel, Sholihin dalam keterangan tertulisnya, Senin (14/8).
Menurut Sholihin, seharusnya Pemprov Kalsel terlebih dahulu melakukan pembinaan dan komunikasi terhadap perusahaan tambang, baru menerapkan tindakan penutupan. “Kami yakin bahwa terjadinya keterlambatan atau belum bayarnya jaminan reklamasi oleh perusahaan disebabkan belum cukupnya informasi atas kebijakan baru mengenai penempatan dana jaminan reklamasi,” tambahnya.
Selama ini, lanjut Sholihin, pengusaha sudah merasa membayar jaminan reklamasi saat awal pembuatan IUP dan saat perpanjang IUP sebesar Rp45 juta per hektare sesuai syarat. Aspektam yakin, apabila dilakukan sosialisasi dan pembinaan yang cukup pasti pengusaha tambang akan menyelesiakan pembayaran jaminan reklamasi tersebut, karena sudah banyak investasi yang ditanamkan.
Terlebih, kata Sholihin, akan sangat konyol jika hanya karena jaminan reklamasi investasi yang sudah ditanamkan menjadi sia sia dan hilang karena tidak bisa produksi. Karena itu Aspektam memprotes dan meminta Pemprov Kalsel melakukan sosialisasi dan pembinaan kepada pengusaha tambang secara optimal sebagai solusi yang lebih manusiawi.
Sebelumnya, Pemprov Kalsel telah menutup sementara kegiatan 425 perusahaan tambang batubara di wilayah tersebut, karena tidak menjalankan kewajiban membayar dana jaminan reklamasi. Dana jaminan reklamasi yang terkumpul dari ratusan perusahaan tambang di Kalsel sebesar Rp109 miliar dan 564.000 dolar, jauh di bawah nilai seharusnya.
Gubernur Kalsel Sahbirin Noor menegaskan, pihaknya berdasarkan kewenangan melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral telah memperketat penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP). “Perusahaan harus melengkapi sejumlah persyaratan. Kita menginginkan semua perusahaan pertambangan batubara memenuhi kewajiban membayar dana jaminan reklamasi termasuk membuat analasis mengenai dampak lingkungan (Amdal),” tegasnya.
Kebijakan ini, kata Sahbirin, sebagai jawaban atas banyaknya protes dan desakan dari kalangan mahasiswa dan organisasi lingkungan terkait pengawasan pemerintah terhadap pertambangan batubara, karena masih banyak perusahaan yang tidak melakukan kewajiban reklamasi terhadap lahan pasca pertambangan. (SNU)
No comments so far.
Be first to leave comment below.