Logo SitusEnergi
Soal Kasus Karen, IATMI Desak Ada Revisi UU 31/1999 Soal Kasus Karen, IATMI Desak Ada Revisi UU 31/1999
Jakarta, situsenergy.com Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) meminta pemerintah dan DPR merevisi regulasi terkait dengan aksi korporasi sebuah perusahaan hulu migas. Seperti  Undang-Undang... Soal Kasus Karen, IATMI Desak Ada Revisi UU 31/1999

Jakarta, situsenergy.com

Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) meminta pemerintah dan DPR merevisi regulasi terkait dengan aksi korporasi sebuah perusahaan hulu migas. Seperti  Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengancam setiap petinggi di BUMN hulu migas.

UU ini berpotensi mengkriminalisasi pembuat keputusan sebuah perusahaan untuk melakukan aksi korporasi ketika keputusannya tersebut ternyata berjalan tidak sesuai harapan. Akibatnya pelaku di sektor hulu migas saat ini was-was apabila terlibat dalam eksplorasi untuk menemukan cadangan baru karena dibayang-bayangi jeratan hukum.

Wakil Ketua Umum IATMI, Hadi Ismoyo, mengambil contoh kasus yang dialami Eks Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan. Menurutnya Karen menjadi salah satu pejabat di BUMN migas yang terjegal oleh UU itu saat akuisisi Blok Basker Manta Gummy (BMG) di Australia pada tahun 2009 lalu. Kasusnya saat ini masih dipersidangkan dan Karen terancam pidana atas keputusan akuisisi tersebut karena ternyata dana investasi senilai Rp568,06 miliar melayang.

“Yang harus dibenahi adalah regulasi dan UU Tipikor karena ada hal yang aneh, tanpa itikad apapu  sudah dianggap sebagai suatu pelanggaran (ketika aksi korporasi tidak membuahkan hasil). Jadi harus dibenerin dari sisi undang – undangnya supaya kita fair,” kata Hadi di Jakarta, Jumat (10/5).

BACA JUGA   Medco Energi Mantapkan Komitmen Bisnis Berkelanjutan, Fokus Lindungi Biodiversitas

Hadi menjelaskan saat ini pelaku industri hulu migas was-was ketika akan melakukan investasi ataupun pengembangan usaha. Sebab setiap kegagalan dari bisnis yang dijalankan terancam pidana seperti yang terjadi pada Karen. Padahal bisnis hulu migas penuh dengan risiko dan beban investasi yang mahal. Bahkan tidak semua eksplorasi membuahkan hasil.

“Intinya adalah bahwa kasus yang menimpa Bu Karen inikan corporate action hal yang berhubungan dengan bisnis proses pada perusahaan oil and gas. Memang seperti itu ada risiko-risiko di lapangan, kalau ini dimasukkan ke ranah hukum ya memang sangat memprihatinkan bagi kami,” ulasnya.

Hadi menegaskan apabila regulasi yang berlaku saat ini tidak direvisi maka Indonesia akan terancam tidak memiliki sumur eksplorasi baru. Akibatnya, produksi migas terancam turun sehingga berpotensi meningkatkan impor migas. Pada akhirnya negara yang akan menanggung konsekuensinya.

Dia berharap semua pihak menyadari bahwa industri hulu migas tidak selamanya mulus. Sebab perbandingan penemuan cadangan pada industri hulu migas sekitar 10 banding satu. Ditegaskannya bahwa industri hulu migas penuh dengan risiko dan ketidakpastian sehingga tidak adil apabila kegagalan eksplorasi diancam dengan UU Tipikor.

BACA JUGA   Trilema Energi Indonesia: Jalan Tiga Simpang dan Sebatang Lilin yang Merana

“Dampaknya nanti akan semakin jarang orang-orang seperti kami melakukan inovasi dan eksplorasi. Kalau kita nggak melakukan eksplorasi produksi kita akan turun terus padahal saat kita eksplorasi nggak ada jaminan ketemu tapi malah diancam dipenjarakan,” pungkasnya. (DIN)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *