

Tak Masuk Akal, Gaji Pimpinan Pertamina Capai Rp 200 Juta per Hari
ENERGI June 1, 2019 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, Situsenergy.com
Ekonom Konstitusi, Defiyan Cori menilai, dengan interval antara Rp 2-4 miliar lebih gaji dan tunjangan yang diterima oleh para Direksi dan Komisaris Pertamina merupakan jumlah yang sangat berlebihan.
“Dapat dipastikan bahwa jumlah tersebut sangat berlebihan, meskipun diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK) atau Peraturan Menteri BUMN,” kata Defiyan kepada Situsenergy.com di Jakarta, Sabtu (01/6) malam.
Menurut dia, gaji Direksi dan Komisaris Pertamina yang mencapai Rp 200 juta per hari itu sangat tidak masuk akal (unreasonable) dalam konteks kebutuhan hidup manusia dan keluarga sehari-hari. “Bahkan dengan kebutuhan hidup mewah sekalipun angka Rp 200 juta per hari itu sangat fantastis digunakan tidak saja untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak, akan tetapi sudah masuk dalam kategori moral hazard dan bertentangan dengan Pancasila,” paparnya.
“Luar biasa tak masuk akalnya, itulah kata-kata yang bisa disampaikan terhadap teramat besarnya gaji dan tunjangan yang diberikan kepada Direksi dan Komisaris Pertamina yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN),” tambah dia.
Menurut dia, publik patut mengkritik atas banyaknya kewenangan bebas yang diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pasalnya, sebagian besar kewenangan bebas tersebut tidak sesuai dengan ide dasar pendiriannya dan tentu saja melanggar konstitusi pasal 33 UUD 1945. “Apalagi rasio Indonesia Tahun 2018 masih menunjukkan angka 0,384 dengan tingkat ketimpangan yang cukup tinggi (walau ada penurunan sebesar 0,007 poin-red),” tukasnya.
Lebih jauh ia mengatakan, selain gaji sebagian besar CEO atau Dewan Manajemen atau Direksi BUMN yang sangat besar jika dibandingkan dengan gaji para menteri, para pejabat eselon 1 dan 2 di kementerian dan lembaga, lebih dari itu span of control BUMN hanya core business dan bukan sektoral, walau banyak yang mendirikan anak perusahaan yang tidak sejalan dengan usaha intinya
“Dengan fasilitas dan tunjangan yang juga telah diterima oleh para Direksi BUMN yang sudah lebih dari layak, maka pembagian bonus dan tantiem dari laba perusahaan BUMN jelas memiliki moral hazard yang tinggi disaat APBN defisit sangat besar dan negara punya beban utang luar negeri,” tandasnya.
“Oleh sebab itu, kita harus mendesak pemerintah agar menata pengelolaan gaji Direksi dan Komisaris serta laba BUMN supaya diatur kembali secara konstitusional dan tidak bisa begitu saja diserahkan pada peraturan Menteri Keuangan, Menteri BUMN, dan BUMN masing-masing,” ketusnya.
“Semestinya ada peraturan yang lebih tinggi mengatur soal ini. Alasannya jelas, karena modal awal BUMN saat berdiri adalah berasal dari dana negara, jadi semua laba harus diatur mekanismenya dan harus ada yang masuk kas negara, sebagian atau seluruhnya,” tambah dia.
Untuk itu, lanjut dia, pengaturan gaji dan remunerasi Dewan Dieeksi dan Komisaris BUMN harus dirasionalisasi sesuai dengan standar umum yang berlaku secara manajerial di Indonesia. “Dengan masih adanya rakyat Indonesia yang berpenghasilan bahkan hanya Rp 500 ribu per bulan, maka alangkah tidak eloknya ada sebagian kecil warga bangsa ini menikmati gaji atau penghasilan yang berlebih-lebihan,” tukasnya.
“Kementerian Keuangan dan Kementrian BUMN harus segera melakukan tindakan cepat atas gaji Direksi dan Komisaris Pertamina ini khususnya dan BUMN lain pada umumnya supaya tak terjadi kecemburuan sosial dan menjadi kontraproduktif atas kinerja BUMN serta berpotensi terjadinya manipulasi laporan keuangan untuk pos-pos tertentu bagi BUMN-BUMN yang gaji Direksi dan Komisarisnya tak sebesar Pertamina,” tambah Defiyan.
Ia menambahkan, jika BUMN dikelola dengan baik dan benar serta profesional dan jauh dari kepentingan politik sesaat atau jangka pendek, maka tidak lah mungkin BUMN akan merugi terus.(ADI)
No comments so far.
Be first to leave comment below.