Home MIGAS Soal Rugi di Bisnis LPG Non Subsidi, Pengamat: Pertamina Patra Niaga Bisa Bangkrut
MIGAS

Soal Rugi di Bisnis LPG Non Subsidi, Pengamat: Pertamina Patra Niaga Bisa Bangkrut

Share
Share

Jakarta, Situsenergi.com

Harga bahan bakar LPG yang tahun lalu hanya rata rata USD 400 per metrik ton saat melonjak hingga mencapai USD 800-900 dolar per metrik ton. Sementara harga jual LPG Pertamina tak pernah berubah sejak 4 tahun terakhir. Ironisnya, Pertamina sendiri tak kuasa menaikkan harga, karena pasti akan ditegur oleh pemerintah.

Menanggapi hal ini, Direktur Eksekutif AEPI, Salamuddin Daeng yang dihubungi, Kamis (16/12/2021) siang mengatakan, jika hal ini terus berlanjut maka Patra Niaga sebagai Subholding Pertamina yang menjalankan bisnis menjual LPG Non Subsidi ini dipastikan perlahan-lahan akan bangkrut.

Menurut Salamuddin, sudah saatnya Pertamina diberi kesempatan untuk menyesuaikan harga LPG non subsidi yang sejak 2017 tidak pernah dinaikkan, karena tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini.

“Akibatnya ketika CP Aramco ada di posisi 800an Us dollar/ MT maka penjualan LPG non subsidi Pertamina rugi sangat besar dan kerugian ini terjadi di depan mata pemerintah, Menteri BUMN dan Direksi Pertamina (holding),” cetusnya.

Ironisnya, kata Salamuddin, Pertamina tak kuasa menaikkan harga, karena pasti akan dijewer oleh pemerintah dan hanya bisa menelan pil pahit.

“Hanya bisa melaporkan kerugian yang penyebabnya telah diketahui secara pasti, namun tidak berani berterus terang karena takut kepada pemiliknya yakni pemerintah,” ujarnya.

Ia meminta Pemerintah untuk tidak berlarut-larut membiarkan kondisi ini dialami Pertamina karena bisa mengakibatkan Patra Niaga sebagai subholding yang menjalankan bisnis ini bangkrut.

“Jika hal ini terus berlanjut maka sudah pasti Patra Niaga yang menjalankan bisnis menjual LPG Non Subsidi, perlahan-lahan akan bangkrut. lalu siapa yang nanti bertanggung jawab?” Tanya Salamuddin.

“Padahal membiarkan anak perusahaan (sub holding) Pertamina rugi jelas berpotensi membuat Pertamina tak maksimal membukukan laba dan itu artinya penerimaan negara dari dividen pasti nihil pula,” lanjutnya.

Padahal, lanjut dia, untuk mengatasi kenaikan harga bahan baku impor LPG yang besar, harusnya bisa dengan mengkoreksi harga jual dan dilakukan sebijak mungkin dan ini “direstui” secara tertutup oleh pemerintah.

“Apalagi terbukti dan kita semua tau bahwa konsumen pengguna elpiji non subsidi adalah golongan mampu, sehingga tidak perlu disubsidi, apalagi oleh Pertamina,” tukasnya.

“Pemerintah harus bicara dan mengambil keputusan serta memberi solusi pasti sebagai jawaban untuk menghentikan kerugian akibat penjualan LPG Non Subsidi oleh Sub Holding Patra Niaga Pertamina,” pungkasnya.(SL)

Share

Leave a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Articles

Pertamina Grand Prix of Indonesia Angkat Citra Lombok di Mata Dunia

Lombok, situsenergi.com Kesuksesan penyelenggaraan Pertamina Grand Prix of Indonesia 2025 kembali menjadi...

Dirut Pertamina Tinjau Paddock VR46 Racing Team di Ajang Pertamina Grand Prix of Indonesia 2025

Lombok, situsenergi.com Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri melakukan kunjungan...

Mahasiswa Berprestasi PGTC Pertamina Rasakan Pengalaman Berharga Menyaksikan MotoGP Mandalika

Lombok, situsenergi.com PT Pertamina (Persero) memberikan kesempatan istimewa kepada para mahasiswa berprestasi...

Pertamina Grand Prix2025 Dongkrak Ekonomi Warga, Warung Lokal Kebanjiran Pembeli

Lombok, situsenergi.com Hadirnya Pertamina Grand Prix of Indonesia 2025 membawa berkah bagi...