

Rekomendasi Para Pengamat Energi Untuk Pertamina Tekan Angka Kehilangan Minyak
MINERBA March 20, 2021 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, Situsenergi.com
Para pengamat dan praktisi energi mengeluarkan beberapa rekomendasi perbaikan kepada PT Pertamina (Persero) untuk menekan angka losses minyak atau BBM, pada setiap proses operasional di tubuh perusahaan BUMN tersebut.
Hal ini merujuk pada kejadian pencurian solar di salah satu SPM Pertamina Tuban yang berhasil digagalkan Polisi beberapa waktu lalu. Disinyalir, pencurian solar melalui pipa bawah laut itu memanfaatkan celah aturan losses yang diperbolehkan dalam proses loading maupun unloading pada fasilitas SPM.
Praktisi Migas Inas N Zubir mengatakan, perlu adanya peninjauan ulang terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam proses loading dan unloading BBM atau crude. Menurutnya standar losses 0,5 persen sebaiknya di revisi, karena Pertamina saat ini telah mengadopsi sistem digital, sehingga proses monitoring bisa dilakukan lebih presisi.
“Yang penting SOP itu benar-benar dijalanin. Setelah loading dan unloading di cek apakah benar hose itu kosong atau tidak. Pertamina harus siapkan lagi penampungan untuk coba dipompa lagi apakah masih keluar minyak atau tidak. Saya yakin sekali 0,5 persen itu masih bodong,” ujar Inas kepada Situsenergi.com, Sabtu (20/3/2021).
Fungsikan Lagi PTKAM
Sementara itu, Ekonom Konstitusi Defiyan Cori mengusulkan agar Pertamina mengoperasikan kembali Tim Pembenahan Tata Kelola Arus Minyak (PTKAM) dalam operasional loading dan unloading BBM, seperti halnya pada 2016 lalu yang berhasil menekan angka kehilangan pasokan minyak (supply loss) yang mencapai 0,18 persen. Angka ini di bawah sasaran (target) yang ditetapkan sepanjang Tahun 2016 maksimal sebesar 0,2 persen.
Pencapaian ini, kata Defiyan jauh di bawah kehilangan (losses) yang terjadi pada Tahun 2015 yang sebesar 0,35 persen dan 2014 sebesar 0,41. Hal ini diklaim sebagai sebuah pencapaian dari Tim Pembenahan Tata Kelola Arus Minyak (PTKAM) Pertamina. Bahkan, capaian angka kehilangan itu jauh lebih rendah dari batas toleransi internasional untuk angka kehilangan minyak pada Tahun 2016 yang rata-rata sebesar 0,5 persen.
“Yang jadi masalah ketika PTKAM tidak bekerja lagi, kita tidak tahu lagi seperti apa sekarang laporan Pertamina tentang seberapa besar kehilangan BBM Pertamina itu yang realisasinya terjadi di lapangan,” ujar Defiyan.
Bukan Hal Baru
Sementara itu, Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan berpendapat, persoalan losses di industri migas bukanlah hal yang baru, termasuk juga kejadian terbaru yaitu losses akibat tindak pidana pencurian, hal itu sudah terjadi sejak lama.
“Saya anggap kemarin itu mereka (Pencuri) kurang beruntung,’ kata Mamit.
Kuncinya, kata Mamit, yaitu perubahan pola pikir bahwa losses itu adalah hal yang biasa terjadi dan wajar. Sebab menurutnya, meski dibuat suatu aturan yang ketat, namun jika pola pikir masih belum berubah dan menilai losses adalah wajar, maka sampai kapanpun kondisi ini tidak akan pernah berubah.
“Mau toleransi losses 0,5 persen atau 0,2 persen atau bahkan 0,0 persen sekalipun, jika peluangnya masih ada, ini tidak akan merubah apapun,” tegas Mamit.
Ia pun mengusulkan bagi manajemen Pertamina untuk mengubah pola penilaian kinerja para pegawai di lingkungan perusahaan. Bagi pegawai yang kinerjanya baik, harus diberi penghargaan agar pegawai tersebut merasa dihargai dan terus akan meningkatkan berprestasi.
“Sehingga ketika dia berhasil, kerja dia jujur, ketika dia berjalan dengan baik, akan ada reward bagi dia. Kenapa ini penting, sebab selama ini QPI (Quality Performance Indeks) belum jelas,” tegasnya.
Senada dengan Mamit, Peneliti Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng mengatakan perlu adanya pembenahan pada Sumber Daya Manusia (SDM) di Pertamina. Menurutnya, selain sistem punish and reward, Pertamina juga harus mengkampanyekan revolusi akhlak.
“Kalau kita baca laporan keuangan Pertamina, tidak ada satu katapun soal losses, artinya ini tidak jadi prioritas untuk dicermati. Berarti di dalam Pertamina sendiri masalah ini dianggap sepele. Termasuk digitalisasi, di dalam laporan Pertamina itu tidak disebutkan, artinya walaupun jadi program yang digembar-gemborkan, tapi ini masih dianggap sepele,” tuturnya.
Menurutnya, dari pemaparan para pengamat energi ternyata masalah losses ini adalah persoalan serius karena menyangkut uang negara. Maka itu, sudah selayaknya Pertamina menguraikan permasalahan-permasalahan yang ada seperti apa. Ia berharap, terjadi pembenahan yang serius di tubuh Pertamina, agar inefisiensi operasional bisa ditekan.
“Presiden juga harus kasih perintah agar masalah losses ini harus menjadi fokus di dalam sektor energi,” tuturnya.
Terakhir, Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI), Ferdinand Hutahaean meminta agar rekan-rekan Asosiasi Pengamat Energi Indonesia (APEI) menjadikan kasus pencurian solar di Tuban menjadi hal penting untuk sama-sama dikawal. Bahkan jika perlu menurutnya peristiwa ini harus dijadikan momentum untuk evaluasi regulasi secara menyeluruh, termasuk SOP perusahaan, agar kejadian losses bisa ditekan.
“Harus diperbaiki SOP untuk menjaga harga kekayaan negeri ini tidak jadi hilang dinikmati orang-orang tertentu,” pungkasnya. (SNU/RIF)
No comments so far.
Be first to leave comment below.