


Jakarta, Situsenergi.com
Pemerintah harus waspada terhadap kondisi keuangan PT PLN (Persero) saat ini. Penugasan yang terlalu banyak membuat beban perusahaan semakin memuncak, salah satunya utang yang disebut mencapai lebih dari Rp500 triliun.
Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro kepada Situsenergi.com, Sabtu (10/7/2021).
“Saya kira pemerintah perlu waspada dengan kondisi keuangan PLN. Sejauh ini beban keuangan timbul karena banyaknya penugasan dari pemerintah,” ujar Komaidi.
Komaidi mengatakan, sejauh ini beberapa proyek penugasan, seperti Proyek 10 ribu Mega Watt (MW) tahap 1 dan 2, proyek 35 ribu MW, sangat membebani perusahaan karena di sisi output, harga jual listrik (TDL/Tarif Dasar Listrik) masih di intervensi pemerintah.
“Dalam banyak kondisi perusahaan harus merugi karena tidak ada penggantian yang sepadan dari penugasan pemerintah tersebut,” tuturnya.
PLN, lanjut Komaidi, juga perlu paham bahwa kondisinya saat ini tidak baik-baik saja. Kondisi keuangan dengan utang yang sudah mencapai Rp500 triliun adalah alarm yang perlu menjadi perhatian internal PLN.
“Jangan hanya cukup puas bahwa hutang tersebut terkonversi ke aset. Tapi juga harus melihat lebih jauh aset dari utang tersebut bisa produktif atau tidak,” tegasnya.

Beberapa hal, kata dia, masih perlu diluruskan oleh PLN. Sebut saja soal sistem pencatatan aset, sudah benar atau belum. Sebab jika dianggap aman, semata-mata karena masih tertolong harga batubara DMO. Jika harga batubara kemudian tidak ada diskon, keuangan PLN jelas akan merugi setiap tahunnya.
“Dari harga batu bara USD105 per ton, PLN dapat harga USD70 per ton. Kalau batubara gak DMO, sudah wasalam. Ini negara harus bertindak,” pungkasnya. (SNU)
No comments so far.
Be first to leave comment below.