


Oleh: Defiyan Cori
Ekonom Konstitusi
Pernyataan akademisi Universitas Gadjah Mada bertitel sebagai pengamat energi, yang menimpakan kesalahan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pertamina terkait musibah kebakaran Depo Plumpang adalah tidak berdasar dan cenderung buta sejarah (ahistoris). Menunjukkan sikap, pernyataan dan argumennya tidak menujukkan seorang akademisi Perguruan Tinggi ternama apalagi intelektual obyektif berbasis data dan fakta.
Bahwa, sejak pembangunan Depo Pumpang, Jakarta Utara milik BUMN Pertamina itu, lebih kurang 153,4 hektar lahan tersebut adalah tanah negara yang dibeli oleh perusahaan negara tersebut.

Artinya, belum ada kawasan perumahan yang dibangun saat itu disekitar lingkungan obyek vital nasional (obvitnas) yang beresiko tinggi dibawah penguasaan keamanan negara. Makanya, menjadi aneh dan terkesan lucu kalau kemudian banyak pihak menyalahkan posisi Pertamina terkait kebakaran yang menelan korban warga setempat. Justru yang harus diselidiki adalah proses penerbitan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bagi warga pada lahan obvitnas tersebut. Kedua kebijakan ini sama sama melakukan pelanggaran aturan zona aman dan penyangga (safety and buffer zone).
Selain itu, terkait musibah kebakaran yang menimpa warga masyarakat setempat, ini adalah permasalahan yang berbeda. Untuk itulah, publik harus menunggu hasil investigasi pihak terkait agar sumber api dan penyebab dapat diketahui secara terang benderang. Oleh karena itu, tidak bisa digebyah uyah dua (2) kasus yang berbeda. Yang harus diusut juga adalah pembiaran penguasaan lahan negara yang merupakan milik Pertamina, siapakah oknumnya!? [•]
No comments so far.
Be first to leave comment below.