


Jakarta, situsenergy.com
Mantan Direktur PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan, menolak kesaksian dari Komisaris yang menyatakan proses akuisisi Blok Basker Manta Gummy (BMG) di Australia tanpa persetujuan mereka. Pihak Karen menegaskan bahwa pengakuan Komisaris yang menjabat saat itu, Humayun Bosha dan Umar Said mengada-ada tanpa sesuai fakta.
Kuasa Hukum Karen, Soesilo Ariwibowo, mengatakan Komisaris saat itu sudah menyatakan persetujuannya sehingga direksi tetap melanjutkan proses partisipating interest (PI) pada Blok tersebut. Dikatakannya persetujuan itu diberikan melalui tanda tangannya pada 30 April 2009 yang menyatu untuk mengikuti proses bidding proyek tersebut.
“Bukan tidak ada, persetujuan yang diberikan pada 30 April 2009 katanya hanya untuk bidding atau menawar saja, anggaran dasar tidak pernah menjelaskan hal itu. (Jadi) satu kali mereka mendapatkan persetujuan sampai membentuk anak usaha di Australia itu juga termasuk dalam persetujuan itu, kita tidak perlu lagi sebenarnya memperdebatkan persetujuan itu untuk bidding atau akuisisi,” ujar Soesilo di Jakarta, Jumat (12/4).
Dia juga menolak pernyataan dari dua komisaris tersebut yang menyatakan bidding proyek BMG hanya untuk melatih para SDM muda di lingkungan Pertamina. Hal itu tidak benar lantaran dalam sebuah tender blok migas tidak boleh ada main-main. Peserta yang mengikuti proses bidding tidak dapat membatalkan atau coba-coba apabila dinyatakan sebagai pemenang tender. Oleh sebab itu, Soesilo menegaskan bahwa kliennya sudah melakukan proses akuisisi sesuai ketentuan yang berlaku.
“Konsekuensi dari bidding ketika kita ditunjuk sebagai pemanang harus terus, kalau enggak mereka akan ajukan gugatan. Itu ada resioko hukum yang harus ditanggung, jadi persetujuan dewan komisaris yang ditandatangaini 30 April 2009 itu udah sah,” ulasnya.
Karena merasa sudah mengikuti proses dengan benar, Soesilo menegaskan bahwa Karen tidak bisa dijerat dengan UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3. Kerugian investasi yang sudah digelontorkan Pertamina sebesar Rp568,06 miliar saat itu tidak bisa disebut sebagai kerugian negara atau sebuah tindakan korupsi. Sebab dalam proses eksplorasi Blok migas sangat mungkin terjadi decline atau bahkan tidak menemukan migas seperti yang diharapkan.
“Di dunia minyak yang namanya gagal dan sebagainya itu udah lazim tidak perlu didebatkan. Itu namanya risiko (investasi). Namanya juga lagu nyari sumber minyak, kan kita gak tahu minyak itu di mana,” pungkas dia. (DIN)
No comments so far.
Be first to leave comment below.