Logo SitusEnergi
Kemenkeu Akui Dukungan Fiskal Untuk Ekonomi Hijau Di Indonesia Masih Rendah Kemenkeu Akui Dukungan Fiskal Untuk Ekonomi Hijau Di Indonesia Masih Rendah
Jakarta, Situsenergi.com Tantangan untuk pembangunan ekonomi hijau di Indonesia masih sangat berat dan butuh waktu yang panjang. Pasalnya berbagai regulasi yang pro terhadap upaya... Kemenkeu Akui Dukungan Fiskal Untuk Ekonomi Hijau Di Indonesia Masih Rendah

Jakarta, Situsenergi.com

Tantangan untuk pembangunan ekonomi hijau di Indonesia masih sangat berat dan butuh waktu yang panjang. Pasalnya berbagai regulasi yang pro terhadap upaya penciptaan ekosistem industri yang berbasis pada keberlangsungan lingkungan masih belum sepenuhnya diimplementasikan. Bahkan dari sisi dukungan fiskal dari APBN juga masih sangat kecil.

Menurut data IMF, stimulus fiskal Indonesia terhadap penciptaan ekosistem ekonomi hijau masih kalah jauh dibandingkan Amerika Serikat, Jepang, China dan beberapa negara di Eropa. Dukungan fiskal dari negara-negara itu sudah di atas USD2.000 miliar. Bahkan Amerika sudah mencapai hampir USD6.000 miliar. Sedangkan Indonesia belum mencapai USD500 miliar.

“Indonesia sangat tertinggal terkait pemberian stimulus fiskal untuk ekonomi hijau. Nah ini jadi pertimbangan kedepan bagaimana mengalokasikan anggaran yang lebih kuat untuk menuju penerapan transformasi ekonomi hijau yang lebih baik,” kata Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo dalam webinar terkait Carbon Tax, Senin (30/8/2021).

Selain komitmen untuk memperjuangkan peningkatan anggaran stimulus fiskal bagi pengembangan ekonomi hijau, pemerintah juga komitmen untuk menerapkan kebijakan industrialisasi yang berwawasan lingkungan dengan menerapkan pajak karbon. Untuk itu rencana pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang di dalamnya memuat soal pajak karbon akan dilakukan pemerintah. Walaupun diakui bahwa wacana ini menjadi polemik di masyarakat lantaran tidak sepenuhnya memahami isi dari niat baik pemerintah.

“Pajak karbon disusun untuk menuju kepada ekosistem ekonomi hijau yang saat ini kita sedang desain. Ide pajak karbon di RUU KUP tidak boleh dilihat sebagai ide parsial terlepas dari gambar besar bagaimana upaya kita bertransformasi menuju ekonomi hijau,” ungkapnya.

Yustinus membeberkan fakta bahwa penyumbang utama emisi karbon adalah berasal dari energi fosil yang banyak digunakan oleh industri ataupun transportasi dengan besaran kontribusi mencapai 70 persen. Sementara dalam roadmapnya emisi CO2 diharapkan bisa diturunkan sebesar 80 persen pada tahun 2050.

BACA JUGA   Limbah Ikan Jadi Berkah, Nelayan Subang Raup Cuan Lewat Energi Surya

Oleh karenanya desain kebijakan terkait upaya pengembangan ekonomi hijau sudah sangat mendesak lantaran beberapa fakta di lapangan sudah terjadi seperti pemanasan global. Jika seluruh negara tidak mulai menjalankan konsep ekonomi hijau maka potensi bencana besar bisa terjadi kapanpun dan dimanapun.

“Respon atas perubahan iklim saat ini harus dilakukan secara global tidak boleh ada satu negarapun tidak ikut terlibat di dalamnya sebab kita hidup di bumi yang sama dan hirup udara yang sama,” pungkas Yustinus. (DIN/RIF)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *