Logo SitusEnergi
Kemenkeu Akan Tinjau Ulang Kebijakan Harga Gas Alam untuk Industri Kemenkeu Akan Tinjau Ulang Kebijakan Harga Gas Alam untuk Industri
Jakarta, Situsenergi.com Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan (PNBP SDA dan KND) Kementerian Keuangan, Kurnia Chairi mengatakan, pihaknya... Kemenkeu Akan Tinjau Ulang Kebijakan Harga Gas Alam untuk Industri

Jakarta, Situsenergi.com

Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan (PNBP SDA dan KND) Kementerian Keuangan, Kurnia Chairi mengatakan, pihaknya akan meninjau kebijakan harga gas alam untuk industri yang dipatok sebesar US$6 per MMBTU. Langkah tersebut untuk mengantisipasi harga minyak serta gas alam dunia yang terbilang cukup tinggi belakangan ini.

“Dengan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang membuat terjadinya penurunan harga gas, maka terjadi pula penurunan penerimaan Pemerintah serta dana bagi hasil migas ke daerah,” kata dia pada Forum Group Discussion (FGD) “Arah Baru Industri Hulu Migas: Quo Vadis Kebijakan Penyesuaian Harga Gas” yang diadakan oleh Energy Watch secara hybrid di Hotel Sultan, Jakarta dan secara online, Kamis (25/8/2022).

Kendati demikian, kata dia, ada juga benefit dari sisi industri-industri yang bisa mendapatkan harga gas murah sehingga ongkos produksinya ikut turun dan tentunya dapat menarik permintaan produksi yang semakin tinggi dari para konsumen.

“Ini tentu akan kita review atau lihat kembali, bagaimana nanti pengaruhnya kepada penerimaan negara, dari sisi PNBP kalau di kami. Kemudian kalau dihubungkan dengan substansi dan maksud kebijakan harga gas 6 dollar, ini juga perlu kita bandingkan dengan manfaatnya,” papar Kurnia.

BACA JUGA   Pertamina Hibahkan Alat Canggih Rp800 Juta ke UMKM, Dorong Usaha Lokal Naik Kelas

Saat ini, lanjut dia, sedang dan terus dilakukan evaluasi terkait hal ini. Jadi, evaluasi saat ini terus dilakukan untuk melihat sejauh mana benefit-seyogyanya lebih besar dari cost atau pengorbanan yang dikeluarkan dari sisi pendapatan negara.

Dia membeberkan, sumber daya minyak dan gas bumi memang memegang peranan sangat penting dalam PNBP. Di tahun 2021, total penerimaan negara bukan pajak sumber daya alam migas ini mencapai Rp 98 triliun atau 21,3 persen dari total keseluruhan PNBP.

“Komposisi ini dilihat dari tahun ke tahun stabil, sama ya, di atas 20 persen kira-kira kontribusi migas terhadap PNBP secara keseluruhan,” ujarnya.

Sementara Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan menyoroti, rencana Kementerian Perindustrian mengusulkan 13 sektor tambahan penerima HGBT. Yakni industri ban, makanan dan minuman, pulp dan kertas, logam, permesinan, otomotif, karet remah, refraktori, elektronika, plastik fleksibel, farmasi, semen, dan asam amino.

Menurutnya, hal itu bagus. Namun sebelum kebijakan HGBT ini diperluas, tidak hanya 7 sektor golongan industri namun jadi 13 sektor, maka soal harga gas perlu dipertimbangkan.

BACA JUGA   PHE Tancap Eksplorasi! Temuan Gas Terbesar dalam 15 Tahun Bikin Bangga

“Jadi sebelum Kebijakan ini diperluas perlu ada evaluasi. Seperti industri yang mendapat manfaat tersebut. Termasuk juga penyesuaian HGBT dari USD 6 per MMBTU menjadi USD 7 per MMBTU,” ujarnya

“Usulan tersebut juga bisa mengerek penerimaan negara. Industri hulu migas masih menjadi salah satu tulang punggung penerimaan negara. Baik pajak ataupun PNBP,” lanjut dia.

Pada kesempatan yang sama, Head of Regional and Energy Resources Policy Research Group dari LPEM FEB UI, Ukawi Karya mengungkapkan, ada 10 kelompok industri prioritas yang aktivitasnya menjadikan gas bumi sebagai komponen bahan baku atau energinya.

“Terdapat tujuh industri yang menerima fasilitas HGBT pada pertengahan tahun 2020. Dan pada tahun ini sedang dibahas, ada 13 industri lainnya yang juga ingin mengajukan untuk menerima fasilitas HGBT,” ujarnya.

Menurutnya, pengajuan tambahan industri yang akan menerima fasilitas HGBT dengan harga gas bumi dipatok US$ 6 per MMBTU tersebut menurut Ukawi harus dikaji benar manfaatnya terhadap perekonomian.

“Dan tentu, sebelum perekonomian makro, kita juga harus kaji dulu kinerja perusahaan,” ucapnya.

“Pertimbangan manfaat dan biaya memang harus dianalisis secara mendalam dan komprehensif untuk memastikan kebijakan pengutamaan gas untuk kebutuhan domestik memberikan manfaat bersih yang maksimal bagi perekonomian nasional, pendapatan pemerintah, dan masyarakat secara luas,” pungkasnya.(SL)

BACA JUGA   Apexindo Bor Migas Bareng PHM, Nilai Kontraknya Gak Main-main!

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *