

Harga Minyak Variatif, Brent Menguat, WTI Terkoreksi
MIGAS November 17, 2021 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, Situsenergi.com
Harga minyak berakhir variatif, Selasa, karena prospek persediaan yang ketat di seluruh dunia diimbangi oleh perkiraan lonjakan produksi dalam beberapa bulan mendatang dan kekhawatiran atas meningkatnya kasus virus corona di Eropa.
Minyak mentah berjangka Brent ditutup naik 38 sen, atau 0,5 persen, menjadi USD82,43 per barel, sementara itu, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), turun 12 sen, atau 0,2 persen, menjadi USD80,76 per barel. Demikian laporan Reuters, di New York, Selasa (16/11/2021) atau Rabu (17/11/2021) pagi WIB.
“Pasar minyak akan tetap ketat dalam jangka pendek, yang seharusnya mendukung harga,” kata analis Commerzbank, Carsten Fritsch.
Chief Executive Officer Trafigura Group, Jeremy Weir, mengatakan pengetatan pasar minyak global disebabkan permintaan kembali ke tingkat sebelum pandemi.
Produksi minyak dari cekungan Permian Texas diperkirakan mencapai rekor 4,953 juta barel per hari (bph) pada Desember.
Stok minyak mentah Amerika diprediksi meningkat untuk minggu keempat berturut-turut, dengan analis dalam jajak pendapat Reuters memperkirakan kenaikan sekitar 1,4 juta barel pekan lalu.
Yang pertama dari dua laporan pasokan mingguan, dari kelompok industri American Petroleum Institute, dirilis Selasa malam waktu setempat.
Namun, Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan reli pasar minyak dapat mereda karena harga yang tinggi akan memberikan insentif yang kuat untuk meningkatkan produksi, terutama di Amerika Serikat.
IEA memperkirakan harga rata-rata Brent berada di kisaran USD71,50 per barel pada 2021, dan USD79,40 pada 2022, sementara Rosneft mengatakan mungkin mencapai USD120 pada semester kedua 2022, menurut kantor berita TASS.
Sekretaris Jenderal Organisasi Negara Eksportir Minyak, Mohammad Barkindo, memperkirakan surplus minyak pada awal Desember dan pasar akan tetap kelebihan pasokan tahun depan.
Pekan lalu, OPEC memangkas perkiraan permintaan minyak dunia untuk kuartal keempat sebesar 330.000 bph dari proyeksi bulan lalu, karena harga energi yang tinggi menghambat pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19.
Kekhawatiran tentang kehancuran permintaan juga membebani ketika Eropa kembali menjadi pusat pandemi Covid-19, mendorong sejumlah negara untuk mempertimbangkan penerapan kembali langkah penguncian, sementara China sedang berjuang melawan penyebaran wabah terbesarnya yang disebabkan oleh varian Delta.
Pemerintahan Presiden Joe Biden mempertimbangkan untuk memanfaatkan stok darurat Amerika guna mendinginkan kenaikan harga minyak. Namun, petinggi Badan Informasi Energi Amerika mengatakan pelepasan minyak dari Strategic Petroleum Reserve (SPR) AS kemungkinan hanya akan berdampak singkat pada pasar minyak.
“Pasar terlihat solid secara fundamental dengan pasar fisik yang kuat, tetapi dengan ketakutan seputar SPR, pasar tidak bisa reli,” kata Scott Shelton, analis United ICAP.
Dolar menyentuh level tertinggi 16 bulan terhadap sekeranjang mata uang setelah data penjualan ritel Amerika yang kuat. Dolar yang lebih kuat membuat minyak lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain.
Regulator energi Jerman juga menangguhkan proses persetujuan untuk Nord Stream 2, pipa baru yang membawa gas alam Rusia ke Eropa, mendorong patokan harga kontrak front-month Belanda melesat 15 persen, persentase kenaikan tertinggi dalam lebih dari sebulan.
Harga bahan bakar yang lebih tinggi meningkatkan permintaan minyak karena utilitas beralih ke pembakaran minyak mentah, daripada gas alam. (SNU)
No comments so far.
Be first to leave comment below.