Logo SitusEnergi
Ekonom Usulkan Pemerintah Beralih ke Penetapan Subsidi Tetap Ekonom Usulkan Pemerintah Beralih ke Penetapan Subsidi Tetap
Jakarta, Situsenergi.com Chief Economist Bank Permata, Josua Pardede menyarankan pemerintah untuk beralih ke penetapan nilai subsidi tetap, sehingga harga pasar dari BBM dapat berfluktuasi... Ekonom Usulkan Pemerintah Beralih ke Penetapan Subsidi Tetap

Jakarta, Situsenergi.com

Chief Economist Bank Permata, Josua Pardede menyarankan pemerintah untuk beralih ke penetapan nilai subsidi tetap, sehingga harga pasar dari BBM dapat berfluktuasi menurut pergerakan harga minyak dunia.

Menurut Josua, dengan jumlah subsidi yang dipatok tetap, maka anggaran subsidi pada APBN tidak berfluktuasi. Kebijakan ini kata dia, perlu diperkuat dengan fleksibilitas anggaran untuk perlindungan sosial. Tujuannya untuk meningkatkan anggaran perlindungan sosial sejalan dengan kenaikan harga minyak dunia.

“Dengan kebijakan ini, kami menilai alokasi anggaran akan lebih tepat sasaran ke masyarakat paling rentan yang terdaftar sebagai penerima perlindungan/bantuan sosial,” kata Josua seperti dikutip di Jakarta, Selasa (30/8/2022).

Lebih jauh ia mengatakan, pemerintah perlu terus memperkuat data penerima yang berhak mendapatkan BBM bersubsidi melalui digitalisasi.

“Ke depan, dengan posisi data penerima yang berhak sudah lengkap, pemerintah dapat secara perlahan menaikkan harga minyak ke harga pasar atau memberikan subsidi namun dengan jumlah yang tetap sehingga kesehatan anggaran dapat terjaga,” jelasnya.

Dia menambahkan, usulan mekanisme pembatasan BBM bersubsidi melalui apps MyPertamina cukup baik dan dapat membatasi jumlah pemakaian oleh orang kaya. Melalui digitalisasi, apps MyPertamina dapat membatasi jumlah konsumsi per kendaraan, begitu pula dengan jenis kendaraan yang dapat mengkonsumsi BBM bersubsidi.

BACA JUGA   Soal Program B35, PUSKEPI: Jangan Sampai Berdampak Beratkan Pertamina Patra Niaga

“Pertamina perlu meningkatkan koordinasi dengan Korlantas Polri terkait dengan data kendaraan per plat nomor, serta matching data kependudukan dan kemiskinan yang bisa bekerjasama dengan TNP2K ataupun Kemensos dan Kemendagri. Dengan demikian, BBM bersubsidi dapat disalurkan tepat sasaran,” papar dia.

Josua berpendapat, jika melihat kondisi psikologis masyarakat saat ini, angka psikologis harga BBM berada di level Rp10.000 untuk dapat mengurangi beban subsidi BBM agar nilai subsidi dalam APBN tidak bengkak menjadi Rp700 triliun, atau tetap RP502,6 triliun.

“Dari sisi daya beli, kami menghitung direct impact kenaikan Pertalite 30,72 persen ke inflasi (proporsi Pertalite 80 persen dari total bensin) sebesar 0,93 persen. Untuk indirect impact, kami perkirakan akan sebesar setengah dari direct impact atau sekitar 0,47 persen,” ujar Josua.

Josua juga mengingatkan bahwa yang penting dilakukan adalah upaya pengendalian konsumsi BBM bersubsidi bisa dilakukan apabila payung hukum dari pemerintah sudah ada.

“Jadi, revisi Perpres terkait pengendalian BBM bersubsidi perlu segera diterbitkan oleh pemerintah mengingat kuota BBM bersubsidi diperkirakan habis pada Oktober atau November 2022,” tukasnya.

BACA JUGA   Potensi Geothermal Terbesar Kedua Di Dunia, Pertamina Siap Gandeng Mitra Global Dalam AIPF

Mendesak Diterapkan
Masih menurut Josua, skema subsidi energi yang tepat sasaran untuk golongan masyarakat tidak mampu mendesak untuk diterapkan karena jika tidak, beban subsidi yang ditanggung pemerintah akan terus membengkak dan membebani keuangan negara.

Besarnya konsumsi BBM bersubsidi oleh kalangan mampu disebabkan mekanisme subsidi saat ini bersifat terbuka dan diberikan ke produk energi. Artinya, siapapun bisa mengakses BBM bersubsidi tersebut jika tanpa pembatasan,” ujarnya.

Disebutkan, fakta tidak tepatnya sasaran subsidi energi khususnya BBM sudah disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, pekan lalu.

“Subsidi solar yang beredar di pasar 89 persen dinikmati oleh dunia usaha. Sedangkan untuk BBM penugasan jenis Pertalite, subsidinya dinikmati oleh 86 persen kalangan mampu,” tukasnya.

Akibat subsidi yang tidak tepat sasaran itu, lanjut Josua, kuota BBM bersubsidi terus tersedot dan berimplikasi pada bertambahnya anggaran subsidi dari pemerintah.

“Kondisi tersebut bertambah parah di tengah kenaikan harga minyak dunia yang masih bertahan di atas 90 dolar AS per barel, jauh di atas asumsi makro pada APBN 2022 sebesar 63 dolar AS per barel,” pungkasnya.(Ert/SL)

BACA JUGA   Lonjakan Kasus Covid-19 di India Berpotensi Ganggu Ekspor Sawit

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *