

Demi Kelestarian Alam, DEN Akui Perlu Penerapan Pajak Karbon
ENERGI TERBARUKAN June 17, 2021 Editor SitusEnergi 0

Jakarta, Situsenergi.com
Dewan Energi Nasional (DEN) mendukung upaya pemerintah untuk mendorong peningkatan pendapatan negara dari sektor pajak melalui revisi atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Salah satu poin yang menjadi perhatian dari rencana revisi ini oleh DEN adalah terkait dengan pajak karbon.
Anggota DEN, Satya Widya Yudha, menjelaskan bahwa dalam pembahasannya ada wacana agar ada pengenaan pajak bagi industri atau perusahaan yang menghasilkan karbon di atas ambang batas. Hal ini diperlukan demi mendorong keaktifan sektor industri agar terlibat aktif dalam menjaga lingkungan dan sebagai upaya mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK).
“Kita mendukung karbon pricing ini seperti poluter pay, jika kita keluarkan karbon dengan ambang batas tertentu maka kita harus memajakinya. Maka industri akan berupaya untuk menekan gas buangnya agar tidak memproduksi emisi di atas bang batas. Memang ini akan menjadi persoalan lain nanti,” kata Satya dalam sebuah webinar yang diadakan oleh Ruang Energi, Kamis (17/6/2021).
Sementara itu Pengamat Energi dari Energy Watch, Mamit Setiawan, menyatakan bahwa tingkat kepatuhan sektor industri terhadap ambang batas pembuangan gas atau emisi masih sangat kecil. Parahnya lagi pembangkit listrik yang dioperasikan untuk menunjang kinerja PLN mayoritas masih berbasis batubara yang notabene menghasilkan gas buang yang mencemari lingkungan.
Mamit berharap agar industri-industri atau KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) yang tidak patuh terhadap aturan terkait pelestarian harus diberikan sanksi. Sementara bagi industri atau KKKS yang patuh perlu diberikan reward berupa insentif.
“Peran KKKS terkait dengan penguragan emisi sangat penting, kalau ada KKKS nakal maka perlu dijewer tapi bagi mereka yang baik perlu diberikan reward kaya insentif,” jelas Mamit.
Mamit prihatin dengan fakta lapangan yang menunjukkan bahwa banyak industri khususnya di sektor hulu migas yang telah selesai melakukan eksplorasi, pergi begitu saja tanpa mengembalikan fungsi lingkungan sebagaimana mestinya. Mereka kerap meninggalkan polusi dan tanah terkontaminasi minyak ketika suatu wilayah kerja sudah tidak berproduksi lagi. Hal ini menjadi batu ganjalan bagi pemerintah untuk mencapai target pengurangan emisi GRK.
“Pengalaman kita kalau lokasi sudah ditinggalkan itu ditinggalkan begitu saja. Ini kurang bagus dalam upaya kita kurangi gas karbon, lapangan harus dijaga kelestarian lingkungan. Banyak tanah terkontaminas minyak di beberapa wilayah eks produksi atau yang sedang produksi,” pungkasnya. (DIN/RIF)
No comments so far.
Be first to leave comment below.