Logo SitusEnergi
CP Aramco Naik, Energy Watch Usul LPG Non Subsidi Disesuaikan CP Aramco Naik, Energy Watch Usul LPG Non Subsidi Disesuaikan
Jakarta, Situsenergi.com Harga acuan LPG yaitu CP Aramco terus mengalami kenaikan jika dibanding dengan harga rata-rata sepanjang 2021 yaitu US$ 637/MT berbanding dengan US$... CP Aramco Naik, Energy Watch Usul LPG Non Subsidi Disesuaikan

Jakarta, Situsenergi.com

Harga acuan LPG yaitu CP Aramco terus mengalami kenaikan jika dibanding dengan harga rata-rata sepanjang 2021 yaitu US$ 637/MT berbanding dengan US$ 775/MT pada bulan February 2022 ini. Dengan demikian, harga acuan LPG sudah mengalami kenaikan sebesar 21.6% dibandingkan rata-rata 2021.

Menurut Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan, kenaikan ini akan berdampak terhadap biaya pokok produksi untuk LPG di dalam negeri yang dapat menyebankan keuangan PT Pertamina (Persero) terganggu.

“Oleh karena itu, perlu ada penyesuaian untuk harga LPG non subsidi atau biasa disebut LPG NPSO. Penyesuaian harga LPG NPSO ini perlu dilakukan mengingat harga acuan CP Aramco terus mengalami kenaikan yang cukup signifikan seiring dengan semakin tingginya harga minyak dunia,” kata Mamit dalam keterangan tertulisnya, Jumat (25/2/2022).

Lebih jauh ia mengatakan, kenaikan yang dilakukan pada akhir Desember 2021 yang lalu masih belum mampu menutupi potensial loss karena harga CP Aramco masih cukup tinggi.

“Berdasarkan data Pertamina konsumsi rumah tangga untuk LPG NPSO baik itu yang 5.5 kg maupun 12 kg sebesar 7.4% dari total konsumsi rumah tangga nasional, ayau masih jauh lebih rendah dibanding konsumsi untuk LPG subsidi 3 kg sebesar 92.6%,” tukasnya.

BACA JUGA   Ketahanan, Swasembada, dan Kemandirian Energi?

Meskipun hanya 7.4%, lanjut dia, tetapi hal ini bisa memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap keuangan Pertamina karena selisih harga yang masih cukup tinggi dengan keekonomiannya. Apalagi, LPG NPSO ini bukan barang subsidi sehingga sudah seharusnya harganya menyesuaikan dengan harga pasar.

“Sama seperti BBM umum yang dijual oleh SPBU swasta yang menyesuaikan dengan naik turunnya harga minyak dunia sesuai dengan keekonomiannya. Maka hal yang sama seharusnya berlaku untuk harga LPG NPSO ini,” lanjut Mamit.

Menurut dia, harga LPG NPSO di Indonesia masih kompetitif jika dibandingkan dengan ASEAN lainnya yaitu sebesar Rp 13.500/kg. Masih lebih murah jika dibandingkan negara lain.

“Per bulan Februari 2022, harga LPG di Vietnam sebesar Rp 24.000/kg, Filipina sekitar Rp 27.000/kg dan Singapore sebesar Rp 32.000/kg. Untuk harga di Malaysia sebesar Rp 6.500/kg dan Thailand Rp 10.000/kg. Memang lebih murah karena kebijakan subsidi yang diberikan di kedua negara tersebut,” urai Mamit.

Dia juga memastikan, bahwa yang harus dinaikan adalah harga LPG NPSO, Sementara untuk LPG 3 kg subsidi masih tetap sama sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditentukan oleh pemerintah setempat.

BACA JUGA   Ketahanan, Swasembada, dan Kemandirian Energi?

“Penyesuaian harga ini bisa menjadi peluang bagi PLN terkait dengan program kompor induksi yang saat ini sedang gencar disosialisasikan. Ada ruang kosong yang bisa diisi oleh kompor induksi PLN,” ujarnya.

Mamit juga memperkirakan, bahwa peluang terjadinya migrasi di pengguna LPG NPSO ke kompor induksi sangat memungkinkan jika ada penyesuaian harga.

“Hal akan membantu PLN dalam mendorong terjadinya peningkatan konsumsi listrik rumah tangga ditengah masih oversuplainya listrik untuk wilayah jawa dan sumatera,” terang dia lagi.

Alumnus Teknik Pertambangan Universitas Trisakti ini juga mewanti-wanti, bahwa di tengah konflik yang terjadi antara Rusia dengan Ukraina saat ini akan mendorong kenaikan harga komoditas di pasar global seperti harga minyak dunia maupun harga acuan LPG CP Aramco dalam waktu dekat ini.

“Hal ini pastinya perlu diantisipasi untuk semua stakeholder dalam mengambil tindakan yang dianggap perlu,” ucap Mamit.

Terkait dengan besaran kenaikan harga LPG non subsidi, Mamit meminta kepada Pertamina untuk tidak terlalu tinggi dan tetap mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat.

“Saya kira kenaikan di Rp 2.000 per kilogram masih bisa diterima oleh para pengguna LPG non subsidi, apalagi pengguna LPG non subsidi adalah masyarakat golongan menengah ke atas. Jadi tidak masalah dan tidak perlu ada gejolak terkait kenaikan harga LPG non subsidi ini,” tutup Mamit.(SL)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *