Logo SitusEnergi
Ciptakan Hilirisasi Batubara, Dua Perusahaan Ini Diapresiasi Pemerintah Ciptakan Hilirisasi Batubara, Dua Perusahaan Ini Diapresiasi Pemerintah
Jakarta, situsenergi.com Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengapresiasi PT Powerindo Cipta Energy dan China National Chemical Engineering Corporation yang bersepakat pembangunan pabrik coal to methanol. Diharapkan... Ciptakan Hilirisasi Batubara, Dua Perusahaan Ini Diapresiasi Pemerintah

Jakarta, situsenergi.com

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengapresiasi PT Powerindo Cipta Energy dan China National Chemical Engineering Corporation yang bersepakat pembangunan pabrik coal to methanol. Diharapkan dengan pabrik baru nanti kebutuhan methanol dalam negeri yang mencapai 12 juta ton dapat terpenuhi. Dengan begitu ketergantungan terhadap impor bisa ditekan.

Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan pihaknya dangat mendukung perusahaan yang memiliki satu visi untuk menginisiasi proyek gasifikasi batubara. Dalam proyek gasifikasi batubara tersebut diprakarsai oleh konsorsium yang terdiri dari PT Powerindo Energi (PT PCE) dari Indonesia dan China National Chemical Engineering Corporation (CNCEC) dari RRT.

Dijelaskan pabrik methanol tersebut rencananya akan didirikan di Meulaboh, Aceh dengan lokasi yang berada di mulut tambang pemasok batubara. Dengan nilai investasi sebesar USD560 juta, pabrik ini akan mengolah 1,1 juta ton batubara menjadi 600 ribu ton metanol per tahun.

“Proyek ini akan menyerap tenaga kerja sebanyak 600-700 orang. Berdasarkan perencanaan, proyek akan memasuki tahap konstruksi pada pertengahan tahun 2022,” jelas Agus di Jakarta, Senin (18/10/2021).

Menurutnya penguatan hilirisasi industri batubara ini setidaknya memberi lima manfaat besar bagi perekonomian. Pertama, memperkuat daya saing produk hasil hilirisasi yang dapat meningkatkan ekspor, menjadi bagian dari supply chain global, serta mendorong subtitusi impor. Berikutnya, meningkatkan penciptaan lapangan kerja dengan berkembangnya industri hilir serta ekspansi dan investasi baru yang akan menyerap lebih banyak tenaga kerja serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

BACA JUGA   Gawat! Harga Batu Bara Anjlok, Laba Indika Energy Nyaris Lenyap, Tapi…..

Ketiga, sebagai bagian dari upaya memperkuat nilai tambah industri di dalam negeri, yang akan memperbesar kontribusinya bagi perekonomian. Keempat, hilirisasi akan mengakselerasi transfer teknologi di Indonesia. Spillover dari teknologi ini bisa menumbuhkan iklim kewirausahaan dan inovasi-inovasi baru.

”Selanjutnya, hilirisasi dapat meningkatkan subtitusi impor yang akan menekan defisit neraca perdagangan,” jelasnya.

Pada tahun 2020, nilai ekspor bahan kimia dan barang dari bahan kimia mencapai USD11,85 miliar, sedangkan nilai impornya mencapai USD18,25 miliar. Dengan demikian ada defisit sebesar USD6,4 miliar. Menperin menambahkan, dengan kondisi neraca perdagangan ini, perlu upaya untuk mempercepat peningkatan investasi di sektor kimia.

Industri kimia, termasuk di dalamnya industri metanol, merupakan salah satu sektor prioritas dalam peta Jalan Making Indonesia 4.0, sehingga Kemenperin secara serius terus berupaya memperkokoh struktur industri ini. Industri metanol menempati posisi penting di industri hilir karena merupakan bahan baku/bahan penolong pada industri tekstil, plastik, resin sintetis, farmasi, insektisida, plywood dan industri lainnya. Metanol juga digunakan sebagai bahan campuran untuk pembuatan biodiesel. Selain itu, metanol bisa diolah lebih lanjut menjadi DME yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar.

BACA JUGA   Penjualan Batubara Anjlok 53%, Laba RMK Energy Ikut Terjun Bebas!

Dengan berkembangnya industri hilir pengguna metanol, nilai substitusi impor dari metanol akan semakin besar. Sebagai contoh, pada industri resin sintetik yang merupakan bahan baku/bahan penolong pada industri seperti cat, tekstil, adhesive, maupun thinner. Sebagian kebutuhan resin sintetik di dalam negeri diperoleh dari impor. Impor resin sintetik pada tahun 2020 mencapai 700 ribu ton dengan nilai sebesar USD1,5 miliar.

Kemudian, Pemerintah juga tengah mendorong substitusi penggunaan bahan bakar LPG dengan DME, mengingat produksi LPG setiap tahun semakin menurun. Lebih dari 75% kebutuhan LPG dalam negeri dipenuhi dari impor dengan nilai mencapai USD 2,5 miliar di tahun 2020.

“Dengan gambaran tersebut, keberadaan proyek gasifikasi batubara setidaknya memberikan potensi subtitusi impor minimum sekitar Rp40 Triliun per tahun,” papar Menperin. (DIN/RIF)

No comments so far.

Be first to leave comment below.

Your email address will not be published. Required fields are marked *